Memelihara Ilmu Promosi dengan Sistem

Desy Puspita, SKM M.Kes

Oleh : Desy Puspita, SKM M.Kes *)

Di era globalisasi, bersamaan dengan tumbuh berkembangnya ilmu pengetahuan,  didapat  banyak pengetahuan promosi kesehatan, baik menyangkut isi promosi, konsep dan model, strategi, taktik dan kiat serta pengetahuan pendukung lain agar promosi bisa lebih cepat berhasil dalam menciptakan perilaku sehat di masyarakatnya.

Begitu beragam ilmu tentang promosi yang tidak akan mungkin dikuasai oleh satu orang promotor saja, sehingga institusi kesehatan wajib mengali semua ilmu yang dipunyai oleh para promotor untuk disimpan dan sewaktu waktu boleh diambil untuk dipelajari oleh sesama promotor dan ujungnya adalah semua promotor kesehatan di institusi tersebut akan meningkat ilmu promosinya.

Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk tujuan diatas, sekakigus agar ilmu perilaku dan promosi kesehatan tetap terpelihara dan memberikan manfaat adalah knowledge management system (KMS). KMS pada prinsipnya merupakan strategi untuk mengelola ilmu perilaku dan pengetahuan pada umumnya secara terstruktur dan efektif dalam menyimpan, mencari, dan berbagi pengetahuan untuk seluruh promotor kesehatan.

BACA JUGA: Bersama Dinas PMD Tanbu, BPJS Ketenagakerjaan Sosialisasikan Penyesuaian Iuran dan Tata Cara Pembayaran kepada Kantor Desa

Dengan pengembangan KMS, diharapkan semua promotor dalam institusi kesehatan, bisa memahami pengetahuan mengenai ilmu, konsep,model, strategi, taktik, kiat melakukan upaya promosi kesehatan bermutu dengan cara sebaik baiknya. Dengan demikian, upaya promosi akan berjalan berkesinambungan dan berkembang semakin bermutu.

Semakin dikuasainya pengetahuan promosi secara merata oleh semua promotor karena pengembangan KMS oleh institusinya, akan merangsang dialog, diskusi kelompok terarah, untuk mengidentifikasi, membuat sekaligus menjabarkan ilmu promosi, model promosi, strategi promosi dalam rangka percepatan pencapaian tujuan peningkatan perilaku sehat di masyarakat.

KMS memungkinkan setiap promotor  untuk  berinovasi dan beradaptasi dengan situasi perubahan, sehingga mengembangkan institusi kesehatan dalam upaya promosi kesehatan dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam upaya promosi yang terus membaik, berubah untuk menyesuaikan upaya dengan kebutuhan masyarakat. Hal itu bisa terjadi karena KMS meningkatkan akses informasi dan sumber daya yang lebih cepat ke seluruh institusi maupun promotor agar mempunyai potensi bertindak cepat.

BACA JUGA: Bank Kalsel Percepat Proses Verifikasi Pinjaman Tanpa Bunga

Terdapat tiga faktor utama dalam knowledge management system, yaitu people, process, dan technology.

  1. People, merupakan orang-orang yang mempunyai pengetahuan, mengelola sistem tersebut, serta berkomitmen pada proses yang melibatkan pengetahuan untuk institusi. Idealnya merupakan promotir yang hobby dalam olah teknologi informasi. Dengan orang semacam itu, aktivitas berbagi dan penyebaran ilmu promosi bisa dibangun.
  2. Process, memastikan implementasi dari knowledge management berjalan dengan semestinya dengan cara menyelaraskan prinsip, strategi, praktik, dan proses.
  3. Technology adalah media knowledge management system yang memerlukan orang berkompeten untuk mengurusnya. Dalam proses implementasi diperlukan beragam alat untuk memfasilitasi komunikasi, konten promosi, serta kolaborasi. Teknologi bertujuan untuk mendukung knowledge capture, dissemination, sharing, dan application. Teknologi berperan sebagai peran pendukung yang mendorong people melakukan tugasnya.

Institusi kesehatan perlu mengumpulkan berbagai ilmu pengetahuan yang mumpuni melalui KMS, agar promosi kesehatan tetap berkembang dan tidak terlindas zaman. Dengan begitu, promosi selalu bisa mengatasi tantangan yang mungkin akan dihadapi. Secara khusus KMS dapat juga dimanfaatkan untuk

BACA JUGA: KPwBI Kalsel Sediakan Layanan Kas Bagi Warga Pesisir Sungai

  1. Menghemat Biaya dan Waktu. Dengan sumber pengetahuan yang ada, institusi kesehatan bisa dengan mudah menggunakannya untuk konteks lain. Dengan begitu, biaya dan waktu tidak akan keluar banyak.
  2. Menambah Aset Pengetahuan. Promotor bisa memanfaatkan sumber pengetahuan dengan mudah. Dampaknya yaitu pemanfaatan pengetahuan meningkat, kemudian kompetensi akan berkembang.
  3. Institusi dan upaya promosi yang dilaksanakannya akan lebih mudah beradaptasi, jika lingkungan berubah karena institusi sudah memiliki berbagai macam ilmu, strategi, taktik dan kiat untuk mempromosikan kesehatan.
  4. Meningkatkan Produktivitas. Ilmu bisa digunakan ulang dalam membuat produk atau konten promosi yang sedang dikembangkan, sehingga akan terjadi peningkatan produktivitas.

KMS secara sistimatik meliputi beberapa siksus. Selanjutnya akan dipaparkan, siklus knowledge management dalam penelitian “Bridging Knowledge Management Life Cycle Theory and Practice” oleh Max Evans bersama Natasha Ali. Siklus itu meliputi antara lain, identifikasi, pembuatan, penyimpanan, pembagiaan, penggunaan, pembelajaran dan improvisasi. Secara detail dengan keterangannya akan ditampilkan dalam tulisan tersendiri.

KMS dapat dillustrasikan dalam bentuk Piramida kognitif knowledge management system mengilustrasikan bagaimana informasi bisa diolah menjadi sebuah pengetahuan dan kemudian dijadikan dasar untuk memutuskan sesuatu. Elemen paling dasar sebagai bagian piramida terbawah adalah data, selanjutnya data diubah menjadi informasi, dengan berbagai masalah yang mengikutinya. Informasi yang terorganisir menjadi pengetahuan menempati posisi diatasnya dan yang teratas adalah kebijakan, merupakan pemakaian oengetahuan sebagai dasar pembuatan keputusan. Dilain waktu piramida KMS ini akan ditulis lengkap agar kebih jelas.

BACA JUGA: Dibuka Presiden Jokowi, FEKDI 2023 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru

Selanjutnya ditampilkan salah satu Model KMS, Hirakata Takeuchi dan Ikujiro Nonaka, disebut sebagai Model Dimensi Pengetahuan SECI (Socialization, Externalization, Combination, Internalization). Model yang disusun oleh dua peneliti berkebangsaan Jepang, yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan memiliki karakter yang dinamis serta bisa berubah bentuk dari explicit menjadi tacit, dan sebaliknya. Mereka membuat model penciptaan pengetahuan yang memudahkan organisasi untuk memprosesnya.

  1. Socialization terbentuk akibat kegiatan berbagi pengetahuan yang dilakukan secara langsung. Hal ini menjadi transfer pengetahuan antara individu yang satu dengan yang lain secara tacit (dipahami, tetapi belum disadari).
  2. Externalizationmerupakan perubahan bentuk dari tacit ke explicit. Dengan ini, pengetahuan ini disebarluaskan lewat berbagai media dan saluran, sehingga lebih mudah dipahami oleh orang lain.
  3. Combination merupakan kegiatan mengumpulkan pengetahuan explicit ke satu media agar lebih sistematis. Hal ini dilakukan melalui penambahan pengetahuan yang baru.
  4. Internalization adalah perubahan dari bentuk explicit ke bentuk tacit kembali. Contohnya yaitu proses belajar, lalu membentuk pengetahuan baru di dalam diri seseorang.

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa  institusi memerlukan knowledge management system untuk menerapkan pengetahuan yang dikuasai oleh stafnya termasuk pengetahuan promosi kesehatan. Jika tidak menerapkan sistem tersebut, maka pengetahuan baru yang muncul tidak akan memberi perubahan baik bagi institusi kesehatan. Saatnya menerapkan Knowledge Management System di institusi kesehatan yang setara dengan penyebaran pengetahuan secara getok tular di era dahulu. *** (BARITOPOST.CO.ID)

BACA JUGA: Tunaikan Zakat Fitrah, Sebelum Shalat Idul Fitri

Banjarmasin, 12 Mei 2023

*) Penulis adalah Promotor Kesehatan di RSJ Sambang Lihum Banjarmasin dan alumni FK ULM Jurusan Kesehatan Masyarakat

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Related posts

Mengatasi Stres dari Sumber yang Tidak Terduga

Menyambut Positif Pidato Prabowo, Menyoroti Mandiri Pangan & Energi

Dua Prahara di Kalsel Membuat Jargon Babussalam Dipertanyakan