Menangkal Dan Menjauhi Narkoba Dibutuhkan Sosok Penyuluh Narkoba Yang Handal

BARITOPOST.CO.ID – Narkoba, kalimat itu kerap sebagai sebuah hal yang bertentangan dengan hukum, karena memang ketika orang menggunakan narkoba maka diklaim sebagai sebuah bentuk kejahatan besar dan digadang-gadang bahkan musuh besar negara. Narkoba sekarang pun tidak memandang usia maupun domisili dimana saja, ketika rayuan maut narkoba telah merambah sampai kepelosok desa, maka yang akan terjadi penikmat narkoba berhadapan dengan hukum yang berlaku kepadanya.

Benteng terdepan dalam hal menangkal dan menjauhi narkoba tentulah dibutuhkan peran sosok penyuluh narkoba yang handal. Dewasa ini bagi sebagian masyarakat, penyuluhan tentang masih dipandang sebelah mata karena dianggap tidak penting makna dan fungsinya. Terlebih ketika masyarakat menganggap materi yang disuluhkan bukanlah kebutuhan utama dan mendesak dari penerima manfaat penyuluhan (masyarakat). Padahal jika dilihat lebih jauh, penyuluhan sebagai bagian dari sistem pembangunan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia, khususnya pemberdayaan masyarakat.

Pengertian penyuluhan dari beberapa praktisi hukum yang erat dengan narkoba adalah sistem pendidikan non formal dalam mengubah perilaku manusia yang didasarkan pada kebutuhan dan potensi klien dalam meningkatkan kehidupannya kearah yang lebih baik. Dalam pengertian ini, penyuluhan adalah kegiatan pendampingan terus menerus yang dilakukan secara sistematis dan terprogram untuk memberdayakan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik yang berangkat dari masalah, potensi, ataupun peluang untuk mewujudkannya.

Meskipun dalam pelaksanaan pengertian diatas menjadi berbeda-beda pada setiap Kementerian dan Lembaga yang ada jabatan fungsional penyuluh, namun secara garis besar terdapat benang merah dari pengertian tersebut yaitu penyuluh adalah pencerah bagi masyarakat. Di Badan Nasional Narkotika (BNN) semisal, pada jabatan fungsional penyuluh narkoba ditetapkan berdasarkan Permenpan dan RB nomor 46 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Narkoba. Berdasarkan peraturan tersebut, maka diterbitkan Peraturan Kepala BKN nomor 47 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaannya. Di dalam peraturan ini, peran penyuluh narkoba adalah sebagai diseminator informasi tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) kepada khalayak.

Tren yang semakin meningkat/stagnan (tidak ada penurunan yang significant). BNN sendiri mengantongi data kasus narkoba sebanyak 14.101 kasus dengan ditopang pada barang bukti aset dalam rupiah mencapai Rp 5 trilyun lebih ditahun 2018.

BNN bersama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonsia melakukan survey tentang penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa secara periodik pada tahun 2006, 2009 dan 2011. Survei dilakukan untuk melihat tren prevalensi penggunaan narkoba dari tahun ke tahun. dengan melibatkan sebanyak 38.663 siswa dan mahasiswa yang tersebar di 607 sekolah/kampus di 16 propinsi, yaitu NAD, Sumatera Utara, Kepri, Jambi, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT, Bali, serta Papua Barat. Survei dilakukan diwilayah Urban dan Rural diprovinsi terpilih.

Kompol Yusriandi Y, SIK, M.MedKom yang merupakan Serdik Sespimmen Polri Dikreg ke-61 tahun 2021 mengatakan, hukuman mati dinilai dapat memberikan efek jera terhadap para pengedar norkoba. Indonesia telah menetapkan aturan ini dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan negara lain tidak bisa ikut campur.

“Hasil analisis tetang prevalensi penggunaan narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa yang merupakan bagian dari penelitian dimaksud. Hasil survei yang dilakukan (tahun 2006, 2009, dan 2011) menunjukkan adanya kecenderungan penurunan angka penyalahgunaan pada kelompok yang pernah pakai yakni 8.1 persen ditahun 2006, 7.8 persen ditahun 2009 dan 4.3 persen ditahun 2011. Kelompok yang menggunakan narkoba pada setahun terakhir adalah yakni 5.2 persen ditahun 2006, 5.1 persen ditahun 2009, dan 2.9 persen ditahun 2011. Namun demikian, kelompok yang pakai pada sebulan terakhir yang cenderung tetap yaitu sebesar 3.1 persn ditahun 2006, 2.3 persen ditahun 2009 dan menjadi 2.5 persen ditahun 2011,”katanya.

Jenis narkoba yang disalah gunakan umumnya adalah ganja, ngelem, dextro, analgetik, ekstasi, dan shabu (jenis ini konsisten digunakan pelajar dan mahasiswa pada tahun 2006, 2009 dan 2011). Penyalahgunaan berbagai jenis narkoba dalam kategori waktu pemakaian setahun terakhir hampir semuanya mengalami penurunan dari tahun 2006 sampai 2009, kecuali ganja yang sedikit mengalami peningkatan ditahun 2011 dibanding 2009. Kecubung dan barbiturate yang angka penyalahgunaannya cukup tinggi pada survei tahun 2006 mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun 2011.

Selama periode tahun 2006 sampai tahun 2011 menunjukkan terjadi peningkatan program P4GN yang dilakukan oleh berbagai pihak/instansi. Sekolah/kampus, BNN, dan rumah sakit/ fasilitas pelayanan kesehatan merupakan instansi yang paling banyak melakukan kegiatan terkait dengan P4GN diberbagai daerah. Peran serta BNNP, BNNK, dan LSM terhadap program P4GN terlihat mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Disisi lain, tidak ada perbedaan tingkat keterpaparan program P4GN dari ketiga hasil survei, lebih dari 80 persen pelajar/mahasiswa yang mengaku pernah terpapar dengan program P4GN.

Berbagai jenis kegiatan dalam upaya P4GN sudah cukup banyak dilakukan hampir di semua sekolah/ kampus pada semua provinsi, terutama pada saat Ospek ataupun MOS (penerimaan siswa/mahasiswa baru). Terkait program P4GN sudah mulai dilakukan di beberapa sekolah dengan mengintegrasikan ke dalam kurikulum mata pelajaran ataupun mata ajaran perkuliahan. Pada umumnya berbagai kegiatan yang sifatnya lebih intensif dan rutin baru merupakan proyek percontohan (pilot project) yang didukung oleh berbagai instansi pemerintah ataupun swasta yang bersifat kerjasama lintas sektor.

Sedangkan angka penyalahgunaan Narkoba dikalangan pelajar ditahun 2018 (dari 13 ibukota provinsi di Indonesia) mencapai angka 2,29 juta orang. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan terpapar penyalahgunaan narkoba adalah mereka yang berada pada rentang usia 15-35 tahun atau generasi milenial.

World Drugs Reports 2018 yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), menyebutkan sebanyak 275 juta penduduk didunia atau 5,6 persen dari penduduk dunia (usia 15-64 tahun) pernah mengonsumsi narkoba. Sementara di Indonesia, BNN selaku focal point dibidang P4GN mengantongi angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115 orang pada rentang usia 10-59 tahun.

Mengutip dari penjelasan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menyebut angka pengguna narkoba di Indonesia terus naik dalam 2 tahun terakhir berdasarkan data yang dihimpun oleh BNN sejak 2017 sampai 2019.

Dalam kesempatan peringatan HANI tersebut, 13 pimpinan kementerian/lembaga (K/L) Negara sepakat menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Berbahaya Lainnya oleh Aparatur Negara pada Instansi Pemerintah. SKB itu ditandatangani oleh MenPANRB, Mendagri, Menhan, Menkes, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menpora, Panglima TNI, Kapolri, Kepala BKN, Kepala BNN, Kepala KASN.

Kementerian Sosial (Kemensos) nampaknya juga tidak bisa ditinggal, ia memiliki peran penting untuk mengatasi kerusakan yang diakibatkan dari penggunaan narkotika, dengan cara mengingkatkan pelayanan rehabilitasi sosial untuk para korban penyalahgunaan narkoba. Data korban yang telah mendapatkan layanan sebanyak 84.485 orang dari tahun 2015-2019.

Perlu digaris bawahi bentuk kerja sama ini dapat dijadikan pedoman bagi lembaga rehabilitasi dalam penatalaksanaan layanan, pencegahan serta penyiapan sarana dan prasara yang mendukung pelayanan yang mengacu kepada protokol covid-19. Hal ini, bukan hanya untuk memerangi narkotika dari sisi penegakan hukum, melainkan dari sisi rehabilitasinya. Sampai saat ini Kemensos sudah memiliki 5 Balai Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN), 178 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) di 34 Provinsi, dan 6 IPWL yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.

Melihat kebelakang, pada kondisi desa yang sejahtera bisa berdampak positif untuk warganya, namun pada sisi yang lainnya potensial memicu ancaman lain yaitu peredaran narkoba. Dengan pendapatan tinggi dan daya beli yang meningkat didesa yang sejahtera, sindikat bisa jadi mencari celah untuk memasarkan narkobanya.Hal ini disampaikan Kepala BNN Drs. Heru Winarko, S.H. dalam Forum Diskusi Trending Topic bertajuk Antisipasi dan Solusi Permasalahan Penyalahgunaan Narkoba di Desa dalam Rangka Menuju Desa Bersih Narkoba.

Jika ada 20 persen dari populasi desa mengalami peningkatan ekonomi, tapi sisanya masih stagnan, maka kondisi itu menjadi kesenjangan yang juga bisa menjadi celah masuk para bandar narkoba.Oleh karena itulah. Pentingnya ketahanan desa untuk menolak penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Namun selain itu tiga pilar di pedesaan yaitu Babinsa, Babinkamtibmas dan Kepala Desa , diharapkan mampu melakukan langkah-langkah yang nyata dalam mencegah dan memberantas narkoba. Banyaknya desa di negeri ini merupakan tantangan yang cukup besar.

Dari data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi (PDTT), ada 74.957 desa tersebar diseluruh Indonesia. Kemudian, 370 diantaranya adalah desa di pesisir pulau terluar yang bisa menjadi pintu masuk narkoba. BNN bersinergi dengan Kementerian Desa, PDTT untuk memaksimalkan program P4GN.

Menanggapi kerja sama ke depan bersama BNN, Inspektur Jenderal Kemendes PDTT, Dr. Ir.Ansar Husein, M.Si mengatakan, pihaknya ditahun depan telah menyusun serangkaian strategi guna menuju desa Bersinar (bersih dari narkoba), antara lain ; kegiatan fasilitasi dan sosialisasi bahaya narkoba secara massif, pemasangan banner dan pembagian bahan informasi tentang bahaya narkoba di tempat umum atau tempat-tempat strategis, dan yang tidak kalah penting adalah menggenjot sektor produk unggulan desa. Dengan produk-produk unggulan desa, maka diharapkan dapat menarik pasar masuk desa sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan desa itu sendiri. Kader professional yang bertugas melakukan pendampingan dipedesaan. Mereka dibekali pemahaman bahaya narkoba sehingga menularkan pesan-pesan bahaya narkoba pada masyarakat desa.

Narkoba diakui telah merasuk keberbagai lini. Contoh yang real menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tidak salah untuk mengingatkan ada tiga hal penting yang harus dipersiapkan dalam debat kandidat nantinya. Bakal calon harus tahu apa itu narkoba. Kemudian mengerti situasi narkoba diwilayahnya serta mengatasinya dan selanjutnya mengenai sumber dananya, jangan sampai melibatkan jaringan bandar narkoba. Dengan ini, baik BNN maupun Bawaslu memiliki komitmen yang sama terkait P4GN. Jika seluruh stakeholdernya sama-sama berkomitmen, maka kedepan akan mendapatkan pemimpin-pemimpin daerah yang bebas dari narkoba.

Peran Kepolisian dalam hal tindak pidana narkotika ditegaskan dalam Pasal 15 Ayat (1) huruf c dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI yaitu, Kepolisian berwenang mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat antara lain penyalahgunaan obat dan narkotika.

”Paradigma seperti ini tentu sangat berbeda secara diametral dengan Undang-Undang yang berlaku sebelumnya yakni Undang-Undang nomor 22 tahun 1997, yang masih melihat korban penyalahguna narkoba sebagai seorang kriminal yang harus mendapatkan sanksi atau hukuman (pidana),” papar Kompol Yusriandi Y.

Di dalam UU sebelumnya belum memberikan peran yang lebih besar di bidang pendekatan kesehatan dan sosial bagi para pengguna narkotika dan menjadikan pemidanaan sebagai sarana terakhir bagi para pengguna narkotika.

Permasalahan narkoba semakin lama semakin meningkat, narkotiba sudah menjadi persoalan nasional bahkan Internasional karena dampak yang ditimbulkan dari Narkoba sampai merambah ke kalangan anak–anak, remaja bahkan orang tua. Narkoba beredar di diskotik, karoke, plaza–plaza, dikampus maupun disekolah–sekolah. Bahkan narkoba sudah merambah mulai dari kota-kota besar sampai ke pedesaan.

Sesuai dengan Undang–Undang nomor 13 tahun 1961 kemudian berubah menjadi Undang–Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Tugas Pokok Polri selaku Pengayom, Pelindung dan Pelayan Masyarakat wajib untuk memberantas penyakit masyarakat yaitu masalah narkoba. Penyalahgunaan narkotika sudah menjadi masalah yang umum yang terjadi dimasyarakat, oleh karena itu setiap masyarakat diharapkan partisipasinya dalam menganggulangi bahaya narkotika. Polisi sebagai pengayom masyarakat harus dapat memberantas pelaku tindak pidana narkoba, mulai dari jaringan kecil sampai ke jaringan besar seperti bandar narkoba dan menangkap pelaku tindak pidana narkoba.

Terungkapnya kasus-kasus disatu sisi memang dapat menjadi indikator meningkatnya kerja Polisi dalam memburu sindikat peredaran Narkoba, namun disisi lain dapat memberi petunjuk betapa kebijakan Pemerintah saat ini lemah dalam menghadapi peredaran tersebut. Jadi, walaupun Indonesia memiliki Undang-Undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika namun masalah tindak pidana kejahatan ini belum dapat diselesaikan dengan tuntas.

Dalam hal ini memerlukan langkah-langkah lebih lanjut dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Realisasi dari penanggulangan pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkoba tidak lepas dari peran aparat penegak hukum saja, diperlukan adanya kerjasama dari berbagai pihak antara lain adalah peran serta masyarakat. Bentuk peran serta masyarakat disini dapat berupa memberikan informasi mengenai tindak pidana penyalahgunaan narkoba kepada penyidik Polri. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dan bersifat deskriptik analitis yang memaparkan sekaligus, dalam penelitian ini adalah (library research) penelitian berdasarkan buku-buku pustaka dan menggunakan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang hasil analisisnya disajikan dalam bentuk deskriptif, yang diperoleh melalui buku-buku dan jurnal serta melalui browsing internet yang menjadi penunjang, dari sumber-sumber data tersebut kemudian dianalisis secara komparatif sehingga menghasilkan kesimpulan-kesimpulan untuk menjawab pokok masalah atau rumusan masalah yang ada. Narkoba terdiri dari dua zat, yakni Narkotika. Dan secara khusus dua zat ini memiliki pengertian, jenis (golongan), serta diatur dengan undang- undang yang berbeda. Narkotika diatur oleh Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Kedua Undang-Undang tersebut merupakan langkah pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Konferensi PBB Gelap Narkotika Psikotropika Tahun 1988. Narkotika, sebagaimana bunyik Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 didefinisikan sebagai Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Upaya Polisi sebagai lembaga penegak hukum dalam mencegah dan memberantas tindak pidana Narkoba dapat dilihat dari kinerja jajarannya yang secara aktif baik terbuka maupun tertutup, melakukan kerja sama dengan instansi-instansi lainnya dan masyarakat dalam memutus mata rantai peredaran narkoba. Kepolisian dalam hal ini mempunyai dua langkah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana narkoba dan psikotropika ini, yaitu upaya Non-Penal dan upaya Penal. Polisi lebih memaksimalkan pada upaya Non-Penal yaitu tindakan pre-emtif dan preventif (pencegahan), karenaupaya ini dirasa lebih efektif dalam menekan peningkatan angka tindak pidana narkoba dibandingkan dengan upaya Penal (penindakan). Faktor yang menjadi penghambat Kepolisian dalam mengungkap peredaran dan penyalahgunaan Tindak Pidana Narkoba adalah merupakan pelaksana tugas pokok yang berada didalam struktur pelaksana tugas dilingkungan Polres di bawah Kapolres, dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres.

Untuk tingkat Polda Satuan Narkoba berada dibawah Kapolda dan dibawah kendali Wakapolda yang bertugas untuk melaksanakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkoba, penyuluhan dan pembinaan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba. Kendala internal yang pertama timbul dari dalam jajaran satuan narkoba yang terlibat dalam razia terbuka, seringkali anggota jajaran narkoba yang terlibat dalam razia terbuka membocorkan target operasional razia, bukan maksud untuk memberitahukan tempat operasi kepada orang lain hanya sekedar bicara santai akan tetapi hal tersebut berimbas kedalam kebocoran informasi dan tingkat keberhasilan operasi yang dilakukan sehingga pelaksanaan razia tidak dapat dilaksanakan secara maksimal mengingat beberapa orang yang telah mengetahui akan diadakan razia dan kemudian melarikan diri. Hambatan eksternal ini timbul saat masyarakat di lingkungan penyelidikan sulit untuk diajak kerjasama, untuk mengantisipasi keadaan tersebut, Polri dengan satuan narkobanya melakukan beberapa tahapan agar mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal dalam menindak penyalahgunaan Narkotika di lokasi tersebut. Langkah pertama yang dilakukan Polri adalah menyamar sebagai pedagang, karena berdagang hanya dilakukan secara sepintas dan hal ini dapat mengurangi kecurigaan masyarakat dan sasaran terhadap penyamaran Satuan narkoba. Langkah kedua adalah membuat peta lokasi penangkapan dan perencaan yang matang. Pembuatan peta lokasi pemeriksaan bertujuan untuk memudahkan personil Polri agar dapat bertindak dalam satu komando.

Rektor UII, Nandang Sutrisno, SH, LLM, M.Hum,Ph.D menyampaikan pentingnya aspek preventif dalam upaya memerangi bahaya narkoba. Menurutnya hal ini erat dengan pola penyebaran narkoba yang juga menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa yang notabene masih awam akan bahaya zat aditif tersebut. Para pengedar semakin gencar menyasar pasar potensial yakni para generasi muda yang notabene masih awam tentang bahaya narkoba.

“Seperti dirilis oleh BNN bahwa 27,32 persen mahasiswa dan pelajar menjadi bagian dari sejumlah pengguna narkoba di Indonesia. Oleh karena itu, kiranya aspek preventif perlu lebih ditekankan dan diupayakan agar para generasi muda lebih mawas dari bahaya narkoba,”jelasnya.

Langkah rehabilitasi narkoba merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan para pecandu dari belenggu narkoba dan bahaya yang menyertainya. Ada tiga tahap rehabilitasi narkoba di Indonesia, yaitu rehabilitasi medis, nonmedis, dan bina lanjut. Bahaya narkoba terhadap kesehatan tidak perlu diragukan lagi.

Selaian perlunya peran penyuluh narkoba yang masuk kesemua lini. Penyuluh narkoba dapat berperan menjadi penyuluh kesehatan yang menyampaikan akibat kesehatan yang ditimbulkan juga menjadi penyuluh budaya yang melakukan pendekatan secara budaya mengingatkan Indonesia kaya akan suka budaya, juga menjadi penyuluh hukum yang mampu memberikan pemahaman hukum, serta juga menjadi penyuluh sosial yang mampu menggerakan interaksi sosial masyarakat. Penguasaan ilmu bagi para penyuluh narkoba mutlak harus dilakukan secara paripurna. Mengingat perkembangan narkoba yang semakin dinamis maka menuntut pembaharuan ilmu juga harus dipenuhi para penyuluh narkoba. Tidak dipungkiri, masih ada di beberapa satker BNN didaerah yang belum memiliki tenaga penyuluh yang tersertifikasi. Akibatnya, proses penyuluhan masih dilakukan masih jabatan fungsional umum lainnya. Selain itu, pemenuhan perangkat pendukung dalam pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh narkoba dilingkungan BNN. Saat ini, wadah tempat berkumpulnya para penyuluh narkoba atau Instansi Pembina, baik di tingkat pusat maupun daerah belum terbentuk. Kiranya dapat segera terbentuk dan berdiri sehingga pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh narkoba berjalan dengan baik.

Telah jelas bahwa UU Narkotika memberikan ruang yang lebih besar kepada para penyalahguna narkoba untuk mendapatkan media rehabilitasi sebagai upaya atau sarana perbaikan (resosialisasi); yang meliputi perbaikan mental diri (pribadi), maupun kesehatan penyalahguna dari pengaruh addicted narkotika. (*)

Related posts

Mengatasi Stres dari Sumber yang Tidak Terduga

Menyambut Positif Pidato Prabowo, Menyoroti Mandiri Pangan & Energi

Dua Prahara di Kalsel Membuat Jargon Babussalam Dipertanyakan