Menggagas Fiqh Anti Maladministrasi

Oleh: Muhammad FIrhansyah
(Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman Kalsel Mahasiswa S3 UIN Antasari Banjarmasin)

“Sebuah gagasan/ ide yang baik itu, bermula dari proses perenungan, dibentuk oleh penguatan literasi, dan di akhiri keberanian eksekusi, semata mata di awali niat belajar, menolong dan memberikan maslahat bersama bagi masyarakat dan bangsa.

(Yeka Hendra Fatika : Coaching Clinic 2024)

Faktanya Kata “Maladministrasi” memang masih terdengar asing, belum lumrah di telinga publik masyarakat Indonesia, sebagian besar masyarakat lebih familiar dengan kata malpraktik atau perilaku Korupsi. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran ini, boleh jadi pemicu Perilaku maladministrasi di republik ini.menjadi penyakit birokrasi yang  sulit di obati.

Maladministrasi ini menjadi perilaku yang “dirasakan” tapi, seolah tidak terdeteksi  “not detected”. Terjadi ,tapi seolah tak terlihat “invincible”, berdampak pada keburukan serius, tapi seolah tak tersentuh “Untouchable” .

Menurut salah seorang ahli dalam aspek pelayanan publik Gerald E Caiden dari University Of Southern California pernah menuliskan bahwa “Maladministration is about poor governance or the mismanagement of public resources or functions that might have serious implications for an agency and/or the community. This includes things like: misuse of public funds. mismanagement of projects.”

Kurang lebihnya bahwa “Maladministrasi adalah tata kelola yang buruk atau kesalahan pengelolaan sumber daya atau fungsi publik yang mungkin berdampak serius pada suatu lembaga dan/atau masyarakat. termasuk penyalahgunaan dana publik ataupun kesalahan pengelolaan proyek”.

Dalam artikelnya berjudul What Really is Public Maladministrastion? Gerald ingin menunjukan Maladministrasi adalah perilaku berbahaya yang bila terus menerus terjadi akan merusak sendi birokrasi dan kerugian masif pada publik. (disinilah akan mengawali pembahasan mana yang lebih utama kerugian negara vs kerugian publik)

Di sisi lain Pasal 1 angka 3  UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI menyatakan maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Intinya maladministrasi akan melahirkan penyakit birokrasi (Bureaupathologis) di antaranya pungutan liar/permintaan imbalan uang, barang dan jasa, birokrasi berbelit-belit (red Tape), pejabat banyak janji tapi tidak ditepati (Cicumloution), pengabaian kewajiban hukum, “asal bapak/atasan senang” (Psycophancy), diskriminasi. buruk dalam mengelola keuangan (Defective accounting), Ketidakjujuran (dishonesty), bertentangan dengan kepentingan umum (Mis conduct) dan Perilaku yang buruk (unethical behavior) serta perilaku negatif lainnya.(Hendra Nurtjahjo dkk. Memahami Maladministrasi.2013)

Maka dari definisi di atas dapat kita rasakan, bahaya dan dampak buruk apa saja yang akan terjadi pada sebuah peradaban. bila maladministrasi menjadi kebiasaan dalam tata kelola administrasi Suatu negara,.dapat dipastikan banyak mudharat, kejahatan, korupsi bahkan kezaliman.

Dari pandangan hukum islam, dikaitkan pada kajian hukum Fiqh Siyasah, perbuatan maladministrasi sejatinya adalah perilaku yang tidak dibenarkan, haram, dan berdampak pada dosa pelakunya. Namun karena belum menjadi narasi atau literasi di kalangan umat islam sendiri. Bahkan sangat jarang atau belum pernah menjadi materi khutbah dan ceramah pada mimbar mimbar keagamaan. Akhirnya perilaku ini mengalami bias pemahaman. Terlebih di kalangan umat islam .

Sejatinya hukum islam disyariatkan Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebaikan umat manusia dunia dan akhirat. Maka selain dasar utama atau sumber hukum dari Al quran dan hadist, para ulama juga terus mengembangkan hukum Islam sebagai ikhtiar menemutunjukan solusi keumatan atau mencari jawaban untuk kemaslahatan

Secara singkat para ulama berpendapat bahwa fiqh adalah ilmu atau pengetahuan tentang hukum-hukum syari‟at  bersifat amaliah, dan digali melalui dalil-dalilnya yang rinci (tafsil).

Maka pada ahli fiqh mendorong satu konsep yang disebut Maqashid Syariah. Imam Asy Syatibi membaginya dalam lima bentuk prinsip disebut dengan Kuliyat A-lkhamsah yang tujuan menjaga kehidupan seorang muslim yang  pokoknya pertama melindungi agama, kedua melindungi jiwa, ketiga melindungi akal atau pikiran, keempat melindungi harta dan kelima melindungi keturunan.

Kelima prinsip diatas akan menjadi aspek pendorong dalam gagasan atau takaran seberapa penting kita menggagas konsep Fiqh Anti Maladministrasi sehingga dengan adanya konsep ini maladministrasi akan difahami sebaik mungkin dan ujungnya akan membuat perubahan dalam beragama, bermasyarakat dan berbangsa atau bernegara.

Dan katakanlah, Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul- Nya Serta orang orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu dan kalian akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” (Q.S. At Taubah (9) : 105)

Sebuah gagasan Fiqh Anti Maladminstrasi  

Sejatinya sebagai Penduduk Muslim terbesar dunia yang konon memiliki tempat ibadah atau masjid terbanyak di dunia yakni mencapai 800.000 masjid. Seyogyanya kehidupan muslim di Indonesia akan terjaga dari perbuatan munkar dan kezaliman bahkan mereka aktif menyumbang rasa keadilan. kepastian hukum, dan kesejahteraan tak berlebihan pelayanan publik yang prima dan baik

Realitanya meski Ummat Islam terbesar di Indonesia dikaitkan dengan Praktek Maladministrasi, tetap saja perilaku yang termasuk dosa ini kerap terjadi. Mengacu data Ombudsman RI selama 20 tahun lebih sudah terdapat 81.432 Laporan Dugaan Maladministrasi yang masuk dan tiap tahun terus meningkat.

Salah satu bentuk maladministrasi yang kerap dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia adalah pungli (pungutan liar)  bentuk maladministrasi versi Ombudsman disebut permintaan imbalan barang, uang dan jasa. Dalam kajian fiqh ada konsep hukum yang menyatakan Laknatu Allah ‘Ala al-rosyi wa al-murtasyi, (laknat Allah untuk penyuap dan penerirna suap)

Dalam perpektif ilmu syariah atau hukum islam disebut Ryswah (suap-menyuap)  Selain suap dalam politik, ryswah ini juga sudah mendarah daging dalam persoalan pelayanan publik. Setiap tahun ada saja keluhan masyarakat yang masuk untuk melaporkan praktik suap dengan nama pungli. Banyak yang merasa diperlakukan tak manusiawi karena perilaku ini. Diskriminatif dan sengaja tidak dilayani apabila tidak ‘memberi’ kepada petugas.

Ini membuktikan perilaku maladministrasi menjadi perilaku yang sangat merugikan publik dalam pelayanan publik. kekecewaan para korban maladministrasi dan kerugian-kerugian yang mereka alami menjadikan arus ketidakadilan di republik ini sangat besar. Akhirnya kesenjangan merajalela. Salah satunya berkaitan dengan menjaga amanah bagi penyelenggara pelayanan publik seperti  firman Allah dalam Dalam QS. Al-Anfal Ayat 27

Artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. 

Maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menggagas Fiqh Anti Maladministrasi. Kenapa? Dikarenakan potensi masyarakat Indonesia yang notabene adalah muslim harusnya lebih melek terhadap maladministrasi yang derajatnya boleh jadi sama dengan perbuatan dosa besar dan sangat di larang oleh agama.

Melalui kajian figh anti maladministrasi nanti, publik muslim Indonesia termasuk para pemuka agama atau ulama akan memberikan perhatian serius akan pentingnya menghindarkan diri dan keluarga akan bahaya laten maladministrasi. Kajian kajian ini juga akan masuk dalam sistem pendidikan muslim di republik ini sehingga mitigasi dampaknya akan lebih kuat dan positif.

Akmad Jazuli dalam bukunya Fikih Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu rambu Syariah, 2004 secara implisit merumuskan bahwa pelayanan publik atau konsep anti maladministrasi bisa di masukan dalam ruang lingkup bidang siyasah dusturiyyah karena menyangkut kausalitas ada hubungan timbal balik antara pemimpin dan rakyat maupun lembaga-lembaga negara yang berada di dalamnya.

Menurut jazuli fikih siyasah sejenis ini masuk dalam Siyasah Dusturiyyah dimana pertama ada Imamah/pemimpin, berbicara hak dan kewajibannya. kedua. Rakyat, hak dan kewajibannya. Ketiga. Bai‟at. Keempat. Waliyu al-„ahdi, Kelima. Perwakilan, Keenam . Ahlul Halli wa al-„Aqdi dan Ketujuh. Wizarah dan perbandingannya.

Semoga tawaran gagasan yang singkat ini menjadi awal dirumuskannya konsep atau kajian fiqh anti maladministrasi, Dikembangkannya konsep fiqh anti maladministrasi diharapkan akan terjadi perubahan cepat terhadap cara berfikir/mindset dan karakter generasi bangsa di masa mendatang, dimana  pelayanan publik haram ditumpangi perilaku maladministratif. Dan menghindarinya sama dengan ibadah muamalah yang akan mendapat pahala di Sisi Allah SWT. Semoga…..

 

Related posts

Mengatasi Stres dari Sumber yang Tidak Terduga

Menyambut Positif Pidato Prabowo, Menyoroti Mandiri Pangan & Energi

Dua Prahara di Kalsel Membuat Jargon Babussalam Dipertanyakan