Merubah Ibukota Provinsi Itu Produk PP Bukan UU

Banjarmasin, BARITO – Staf Ahli Bidang Hukum Setdako Banjarmasin, Dr Lukman Fadlun menyatakan merasa ada yang keliru dalam anggapan kasus perpindahan ibu kota provinsi yang sekarang diperkarakan di Mahkamah Konstitusi.

Lukman menjelaskan, sebenarnya hal tersebut tidak ada hal yang disengketakan atau bahkan sebuah pengugatan. Namun, permohanan pihaknya bersama DPRD Kota Banjarmasin, yang memohon agar judical review yang sekarang diajukan ke MK bisa diterima.

Permohona judical review itu memang beralasan, apalagi produk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan pembentukannya juga bertentangan dengan UUD karena dari tahap perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Pengesahan, dan Pengundangan tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan beserta perubahannya.

Oleh sebab itu, pihaknya mengajukan uji formil produk UU Provinsi itu karena dianggap tidak ada melakukan pengkajian dan menelaah perpindahan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru.

“Kami menganggap Undang-undang tersebut cacat formil dan prosedur. Kami tidak dilibatkan partisipasi publik apakah loka karya, dengar pendapat, sosialisasi dan sebagainya. Nah itu uji formilnya karena tidak ada keterlibatan dan bahkan dewan kelurahan di Banjarmasin tidak mengetahuinya,” katanya.

Kemudian, alasan lainnya akademis Rancangan Undang-Undang Provinsi Kalimantan Selatan tidak memuat kajian terhadap persyaratan pemindahan ibu kota sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibu Kota, dan Pemindahan Ibu Kota. Bahwa Naskah akademis pemindahan ibukota seharusnya disusun oleh Gubernur atau Bupati/Wali Kota.

“Disana juga tidak ada kejelasan tujuan, ini tidak jelas apakah merubah UU sebelumnya, atau merubah ibu kota provinsi. Kalau merubah ibukota Provinsi itu produknya masuk pada rezim pemerintahan daerah, bukan produk undang-undang,” tegasnya.

Lukman juga membeberkan contoh, Pemindahan ibu kota harus diatur dengan penetapan berupa Peraturan Pemerintah.

Sebagai contoh pembanding tentang pemindahan ibukota provinsi terjadi di Sumatra Barat dari Bukit Tinggi ke kota Padang yang menggunakan dasar peraturan pemerintah PP RI Nomer 29 Tahun 1979.

Kemudian pada tingkat kota/kabupaten Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Madiun dari Wilayah Kota Madiun ke Wilayah Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun Provinsi Jawa Timur. Itu menggunakan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2010 tentang.

Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pemerintahan
Daerah Kabupaten di jawa Timur.

“Pemindahan ibukota provinsi di Indonesia sudah ada contohnya yang menggunakan dasar PP Provinsi Sumatera Barat, ibukota dari Bukit Tinggi ke Padang. Tingkat kabupaten/kota juga terjadi di Jawa Timur,”

Penulis : Hamdani

Related posts

Tingkat Kesadaran Berlalu Lintas Masyarakat Kalsel Cukup Tinggi, Angka Kecelakaan Operasi Zebra Intan 2024 Menurun

Unukase Sambut Mahasiswa Baru 2025 dengan Strategi Baru

APPTI Inginkan Gelar ICRIP 2024 melalui Kerjasama Pembak Tabalong