Banjarmasin, BARITO – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI meminta agar Pemko Banjarmasin bisa menaikkan pajak minuman beralkohol (Minol) setinggi mungkin, untuk menekan peredaran.
Demikian disampaikan HM Yamin Ketua Pantia Khusus (Pansus) Revisi Perda nomor 17 tahun 2012 terkait Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, ketika usai melakukan kunjungan kerja ke Kemendagri RI.
Menurutnya, saat rombongan Pansus berkonsultasi ke Kemendagri, disarankan agar Pemko Banjarmasin bisa menekan peredaran miras dengan menaikkan pajak setinggi mungkin, sehingga peredaranya bisa diatur lagi, dan tidak beredar luas di masyarakat.
Rombongan pansus yang diterima langsung oleh Hendrawan yang merupakan Direktur Pendapatan Daerah Bina Lembaga Keuangan Daerah Kemendagri RI.
“Kemarin baru saja kami dari Pansus Raperda Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol melakukan konsultasi ke Kemendagri, untuk memperkaya isi dari raperda ini,” katanya.
Memang diakuinya, dalam konsultasi tersebut, pihak Kemendagri meminta agar Pemko Banjarmasin tidak berharap banyak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor miras ini, namun lebih kepada pengendaliannya agar tidak begitu bebas dijual.
“Kami mengharapkan pengendaliannya bisa diperketat lagi, agar tidak di jual bebas lagi, dan perda ini bisa berjalan maksimal, karena kami diminta tidak menarget PAD dari sektor ini” tambahnya.
Terkait dengan izin, menurutnya harus diukur dari luasan bangunan, karena semakin luas bangunan tempat hiburan atau hotel penjual minol, semakin besar pula retribusi izin yang harus mereka bayarkan.
Disamping itu juga pihak Dinas Pariwisata juga bisa melakukan pendataan berapa jumlah turis asing yang berkunjung ke daerah ini, supaya minol tidak beredar luas di masyarakat.
Diketahui sebelumnya, Wakil Wali Kota Banjarmasin, Hermansyah ketika usai mengikuti rapat Paripurna DPRD, meminta retribusi minuman keras (miras) dipisahkan dari pajak dan retribusi dari sektor lain. Dia merasa tak etis jika uang dari bisnis minuman beralkohol malah digunakan untuk membangun kota.
Menurutnya, PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sektor miras tak boleh digunakan untuk membangun sekolah atau puskesmas.
Bahkan dia meminta agar retribusi tersebut hanya digunakan untuk operasional Satpol PP dalam melakuan pengawasan dan juga razia-razia di tempat-tempat penjualan ilegal.
Memang diakuinya anggaran untuk Satpol PP dalam pengawasan terbilang masih kecil, padahal selain mengawasi peredaran gelap miras, Satpol PP juga dituntut menertibkan penyakit masyarakat lainnya. “Contoh, yang ngelem di kolong-kolong jembatan. Itu harus ditertibkan. Sementara razia jelas butuh ongkos. Minimal buat membeli bahan bakar,” tukasnya. del