Ombudsman Minta  PPDB  Zonasi Dievaluasi

OMBUDSMAN RI Perwakilan Kalsel ketika memantau PPDB online sistem zonasi di salah satu SMA di daerah ini, awal Juli lalu. (foto:ist)

Banjarmasin, BARITO – Penerimaan peserta didik baru (PPDB) online sistem zonasi sudah berjalan tiga tahun namun masih saja menyisakan sejumlah masalah.

Terhadap hal itu, Ombudsman menilai, waktu tiga tahun sebagai masa adaptasi penerapan PPDB online sudah cukup. Sudah saatnya pemerintah mengevaluasi untuk melakukan perbaikan sehingga pada tahun depan permasalahan tidak terjadi lagi.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, Noorhalis Majid menuturkan, pihaknya memberikan beberapa catatan, setelah sebelumnya melakukan pemantauan PPDB online sistem zonasi tingkat SMA, dari 1 hingga 3 Juli 2019.
Pertama, sebut dia, masih banyak masyarakat yang belum paham bahwa ada tiga jalur untuk dapat masuk ke sekolah yang diharapkan

“Jalur itu adalah  jalur zonasi berdasarkan kedekatan jarak antara rumah dengan sekolah. Kalau jaraknya dekat, pilihlah pintu zonasi,’’ ujarnya kepada Barito Post, Rabu.

 

Jalur berikutnya, imbuh Noorhalis,  adalah prestasi. ‘’Kalau nilai siswa bagus, NEM-nya tinggi, atau memiliki prestasi bidang olahraga, seni, dan lain, lain pilihlah jalur prestasi,” jelasnya.

Jalur ketiga,  adalah mengikuti pekerjaan orangtua, atau bisa juga jalur kemanusiaan. Misalnya, karena tidak mampu, lalu ikut tinggal bersama keluarga terdekat atau ikut orangtua angkat.

‘’Agar lulus, pastikan mau ikut jalur mana yang paling tepat,’’ kata Noorhalis.
Catatan kedua dari Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, yakni masih kuat anggapan bahwa sekolah-sekolah  sebelum sistem zonasi diterapkan adalah favorit, dan sampai sekarang masih dianggap sekolah favorit.

“Hal itu terjadi karena sistem ini belum dibarengi dengan kebijakan pemerataan. Misalnya, pemerataan guru, redistribusi guru secara merata. Pemerataan fasilitas sekolah, sarana prasarana, pemerataan kurikulum penunjang, dan sebagainya yang mengarah pada keadilan kesempatan untuk maju,” tegasnya.

Dampak dari semua ini, imbuhnya,  tidak bisa dihindari ada sekolah yang masih menjadi rebutan dan ada sekolah yang tidak diminati.
Catatan Ombudsman RI Perwakilan Kalsel yang ketiga, adalah tidak meratanya distribusi sekolah dan jumlah penduduk, memberi peluang ada sekolah yang kelebihan pendaftar, ada sekolah yang kekurangan. ‘’Sehingga peristiwa tahun lalu, bila kembali dibuka jalur offline setelah online, berpotensi pungli, dan merugikan sekolah swasta,’’ ujarnya.
Selain memantau langsung, Ombudsman juga membuka posko pengaduan.

Posko tersebut menerima sejumlah laporan, antara lain adanya peserta yang salah dalam memilih jalur. Semestinya jalur prestasi, namun yang dipilih jalur zonasi, sehingga prestasi sama sekali tidak dihitung. “Di SMK, ada pendaftar yang  NEM-nya tinggi, namun kalah dengan peserta yang memiliki KIP atau Kartu Indonesia Pintar.  Salah satu SMK juga mengeluhkan karena tidak ada tes spesifikasi, misalnya tes buta warna untuk jurusan rekayasa perangkat lunak, atau tes tinggi badan untuk jurusan boga,dan lain-lain. Tidak adanya tes spesifik ini berpotensi tidak tepat dalam memilih jurusan karena tidak sesuai spesifikasinya,” beber Noorhalis.
Lebih jauh, dia memaparkan bahwa pihak sekolah juga dikeluhkan karena tidak menegaskan kuota untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).  “Diminta untuk tidak menolak ABK, namun pendamping dan sarana prasarana tidak dilengkapi, terutama untuk tuna daksa. Kemudian masih ada peserta yang melegalisir kartu keluarga, padahal tidak diwajibkan. Ketika melegalisir, Disdukcapil justru menerbitkan Kartu Keluarga baru, sehingga dianggap kurang dari 6 bulan, oleh sistem PPDB tertolak,” katanya.

Dalam hal ini,  kata Noorhalis, penetapan harus berdomisili paling sedikit 6 bulan, juga dianggap menghambat untuk memilih sekolah terdekat dengan rumah.
Atas beberapa catatan tersebut, Ombudsman menyampaikan agar Dinas pendidikan melakukan evaluasi lebih komprehensif.

“Sehingga ada perbaikan untuk tahun depan. Selain itu, beberapa persoalan yang masih mungkin untuk diperbaiki atau diselesaikan, segera diambil kebijakan yang arif untuk menyelesaikannya. Bagi Ombudsman, tiga tahun ini sudah cukup waktu beradaptasi dengan PPDB Online sistem zonasi, tahun depan semestinya sudah harus lebih baik dan tidak menimbulkan masalah,” pungkasnya.tya

Related posts

Polresta Banjarmasin Cek Senpi Personel

Polda Kalsel Tetapkan Dua Tersangka Pembuang Limbah Medis di Tatah Cina Kertak Hanyar

Sansugiharto Pengemplang Pajak Rp588 Juta Divonis 6 Bulan Penjara