Omzet Busana Muslim Menurun

Ekonomi tampak lesu, dampaknya perdagangan konveksi nasional pun turun dratis. (ist/brt) 

Banjarmasin, BARITO – Ekonomi tampak lesu, dampaknya perdagangan konveksi nasional pun turun dratis. Ini ditambah dengan rendahnya daya beli masyarakat yang sudah berlangsung empat tahun belakangan ini. Terutama, perdagangan pakaian muslim dan produk konveksi lainnya.

Hal ini dirasakan H Taberani, pemilik Toko Ibadah di Jalan Sudimampir, Banjarmasin yang mengakui omzet penjualan pakaian jadi apakah busana muslim, sarung dan lainnya tiap tahun terus menurun tajam.

“Penurunan ini terjadi sejak 2015 lalu. Jika dulu bisa dikatakan 10 persen, maka tahun 2016 itu turunnya jadi 25 persen, terus turun pada 2017 jadi 50 persen, dan hingga sekarang hingga 75 persen. Ya, tersisa hanya 25 persen,” ucap H Taberani, kemarin.

Dia mencontohkan barang jadi yang didatangkan dari Pulau Jawa, baik dari Pasar Tanah Abang maupun Surabaya yang biasanya 500 kodi jelang Ramadhan hingga lebaran Idul Fitri, kini hanya 50 hingga 100 kodi. Untuk satu kodi terdiri dari 20 lembar pakaian jadi.

“Apalagi dengan kondisi ekonomi yang lesu, banyak pabrikan pakaian jadi muslim dan sarung gulung tikar di Pulau Jawa. Ya, bangkrut, makanya pasokan yang ada ini jauh lebih berkurang,” tutur H Taberani.

Tak hanya itu, diakui pedagang yang sudah puluhan tahun berdagang konveksi ini, banyak pula koleganya para pedagang di berbagai pasar tak hanya di kawasan Pasar Sudimampir Raya yang gulung tikar.

“Ya, karena omzet penjualan anjlok. Bukan karena harga sewa toko yang mahal. Contohnya di Pasar Tanah Abang Jakarta, untuk ukuran toko 3×3 meter harga sewanya Rp 150 juta per tahun, sekarang turun jadi Rp 80 juta. Itu pun sepi penyewa, apalagi di Banjarmasin yang kebanyakan barangnya diambil dari sana,” ucap H Taberani.

Ia mengakui jika versi pemerintah selalu mengatakan ekonomi baik, padahal faktanya ekonomi lesu di lapangan. Hal ini tak hanya dirasakan H Taberani, tapi juga para pedagang lainnya.

“Silakan tanya pedagang hampir semua merasakan apa yang saya rasakan. Ya, ekonomi lesu. Hingga sekarang, penurunan omzet penjualan itu sudah 75 persen, berlangsung sejak 2015,” ucapnya.

Meski tren busana muslim tiap tahun dinamis, H Taberani mengatakan semua tergantung pada tingkat pembelian, karena daya beli masyarakat sangat berpengaruh. Ia mengakui kondisi itu dipicu rendahnya harga karet, serta komoditas lainnya yang mempengaruhi daya beli masyarakat.

“Saya amati justru yang agak lumayan itu para pembelinya dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS). Buktinya, tiap akhir pekan atau liburan, angka pembelian baju muslim cukup baik. Ini berarti, dari kalangan masyarakat umumnya justru mengalami penurunan,” tandasnya. jjr/afd/brt

Related posts

Jelang Nataru, Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Lakukan Sidak SPBU di Wilayah Kalsel

Dorong Penetrasi Digital Lewat SuperApp BYOND by BSI

PT Star Wagen Indonesia melakukan Handover Ceremony unit Dewatering Pump PAC SH128 Atlas Copco kepada PT Putra Perkasa Abadi