Banjarmasin, BARITO – Praktik money politics atau politik uang pada Pemilu 2019 diprediksi akan berkurang.
Hal itu karena saat ini pengawasan semakin ketat dari berbagai elemen masyarakat. Terlebih Bawaslu dan KPK telah bekerjasama dan semakin gencar melakukan upaya pemberantasan.
Hal itu diungkapkan Dosen Universitas Nasional (Unas) Andi Yusran usai menjadi narasumber pada Forum Dialog Pemantapan Pekan Kerja Nyata Revolusi Mental Bagi Masyarakat di Ruang Mahakam Hotel Aria Barito, Rabu (10/4).
“Pelaku money politics saya kira akan semakin sempit ruang geraknya. Karena pemantau dan pengawas juga semakin banyak dan semakin ketat. Kalau peluang memang dimana-mana ada, tapi intensitas bisa ditekan karena pengawasan sudah dilakukan secara berlapis ,” ujarnya.
Andi Yusran juga melihat bahwa Bawaslu juga sudah memiliki kemampuan untuk melakukan eksekusi setiap pelanggaran.
“Ditambah adanya partisipasi publik untuk melakukan pengawasan . Belum lagi peran media mainstream dan media sosial yang luar biasa sekarang dalam melakukan pengawasan. Jadi saya kira kalau peluang ada, tetapi saya punya prediksi akan lebih berkurang daripada pemilihan sebelumnya,” bebernya.
Dia menambahkan, pelaku akan berpikir panjang jika ingin melakukan politik uang. Sebab saat ini semua mata memandang atau menyoroti Pemilu 2019.
Ini artinya, imbuh Andi Yusran yang juga aktif di Analis Indopoll Research and Consultan itu, perhatian seluruh masyarakat tertuju pada pemilihan umum. Sehingga menurutnya berat bagi pelaku untuk melakukan politik uang atau dengan kata lain cukup membuat ketakutan pelakunya.
Apalagi, terangnya, baru -baru ini penyidik KPK membongkar amplop-amplop yang berisi uang suap ‘serangan fajar’.
Seperti diketahui, amplop tersebut milik anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso. Dari 84 kardus, KPK sudah membuka empat kardus dan sudah 15 ribu amplop yang telah dibuka berisi uang total Rp 300 juta.
Andi Yusran melihat, pengawasan sudah semakin meningkat. Sehingga dia meyakini praktik money politics akan berkurang meski tidak akan hilang sama sekali.
“Money politics itu penyakit yang ada dalam politik elektoral. Maka fenomena tersebut hanya bisa ditekan semaksimal mungkin dengan meningkatkan sistem pengawasan. Tidak bisa di-nol-kan,” ungkapnya.
Selain politik uang diperkirakan berkurang, fenomena golput menurut dosen ilmu politik itu, kemungkinan juga menurun.
“Karena inilah pemilu pertama yang dilakukan serentak. Pilpres digelar bersamaan dengan pileg. Biasanya pileg lebih tinggi tingkat partisipasinya dibanding pilpres. Maka saya kira sekarang pileg bisa menarik orang untuk memilih pada pilpres. Saat ini ada banyak caleg yang terlibat pada pemilu. Maka setidaknya ada terjadi mobilisasi massa,” cetusnya.
Sehingga Andi Yusran juga memprediksi angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 bisa menyentuh angka 77,5 persen atau sesuai target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Sementara itu Afdiannoor Rahmanata, caleg DPRD Kalsel dari Partai Nasdem berpendapat, upaya memberantas money politics diantaranya adalah dengan menghapus gaji anggota legislatif.
“Anggota dewan hanya diberi fasilitas transpor dan uang saku saja . Maka orang tidak akan berlomba-lomba mengeluarkan uang untuk politik uang,” tandasnya.
Saat ini, ungkap caleg Dapil 4 (Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah) itu, anggota dewan menerima gaji luar yang luar biasa besar. Belum lagi uang perjalanan dinas, uang rapat dan sebagainya.
“Ini tentu menggiurkan dan pemicu calon mencari cara agar bisa duduk di DPR,” kata Afdi yang mengaku dirinya memang ada menyediakan dana berkait pencalonannya. Tetapi dana itu hanya dialokasikan untuk alat peraga kampanye (APK) saja.
Dengan iming-iming penghasilan dengan jumlah luar biasa kepada masyarakat itu, cetusnya, maka pelaku money politics akan berpikir pasti lah uang yang sudah dikeluarkan bisa kembali setelah berhasil terpilih.tya