SALING berpelukan dan isak tangis mewarnai pertemuan para mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari dengan enam rekannya yang menjalani pemeriksaan di Mapolresta Banjarmasin, Sabtu (15/9) malam. Keenam mahasiswa yang menjadi tersangka perusakan fasilitas gedung DPRD Kalsel itu mendapat penangguhan penahanan dan hanya dikenai wajib lapor.(foto: iman satria-brt)
Banjarmasin, BARITO-Pelukan erat dan isak tangis mewarnai dilepasnya enam mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari dari tahanan Mapolresta Banjarmasin, Sabtu (15/9) malam. Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polresta Banjarmasin menetapkan enam mahasiswa itu sebagai tersangka atas insiden perusakan fasilitas di gedung DPRD Kalsel, dalam aksi demo Aliansi Mahasiswa Kalimantan Selatan, Jumat (14/9) lalu. Namun, mereka mendapat penangguhan penahanan dan hanya dikenai wajib lapor.
Dilepaskannya para mahasiswa itu disambut rasa gembira dan haru dari rekan-rekannya yang selama dua hari, Jumat (14/9) dan Sabtu (15/9), berdemo di depan Mapolresta Banjarmasin untuk menuntut pembebasan mereka.
“Para tersangka dan satu korlapnya sudah dipulangkan pada hari Sabtu (15/9) pukul 20.00 Wita,” kata Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin AKP Ade Papa Rihi kepada wartawan, kemarin.
Sebelumnya, kata dia, perwakilan rektor UIN Antasari dan para orangtua mahasiswa mengajukan surat penangguhan penahanan kepada Kapolresta Banjarmasin Kombes Pol Sumarto.
Menurut Ade, pengabulan penangguhan penahanan diberikan setelah Kapolresta mempertimbangkan sejumlah hal. ‘’Pertimbangannya, antara lain mereka masih menjalani studi dan memiliki prestasi akademik. Akhirnya, penyidik mengambil keputusan untuk menangguhkan penahanan para tersangka,’’ tuturnya.
Meski ditangguhkan dari penahanan, Ade menegaskan, proses hukum terhadap tersangka masih berlanjut. Keenam mahasiswa itu dikenai wajib lapor dua kali dalam seminggu, yakni tiap hari Senin dan Kamis.
“Wajib lapor itu sampai proses hukum selesai. Jadi, kasusnya terus berjalan dan penyidik masih mendalaminya,” kata alumnnus Akpol tahun 2006 itu.
Sebelumnya, Sabtu (15/9), Kapolresta Banjarmasin Kombes Pol Sumarto mengatakan, penetapan tersangka terhadap enam mahasiswa itu berdasarkan peristiwa yang terjadi dan alat bukti yang ada di tempat kejadian perkara (TKP) saat dilakukan olah TKP. “Kami proses sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi ini murni proses penegakan hukum,” ucap Kapolresta.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 170 ayat 1 yang berbunyi “Barangsiapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan”.
Sebagaimana diberitakan, ratusan mahasiswa gabungan dari sejumlah kampus di Kalimantan Selatan menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Kalsel, Jumat (14/9), menuntut pertanggungjawaban pemerintah terkait anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, kenaikan harga BBM, maraknya pemakaian tenaga kerja asing, dan permasalahan ekonomi lainnya.
Namun demikian, aksi Aliansi Mahasiswa se-Kalimantan Selatan itu berujung ricuh ketika mereka tak menemui anggota dewan di gedung wakil rakyat itu. Bahkan, mereka sempat menguasai ruang rapat paripurna DPRD Kalsel dan merusak beberapa fasilitas di ruang tersebut. Antara lain, mereka mendobrak pintu masuk ruang rapat paripurna hingga jebol dan melempari beberapa papan nama anggota dewan hingga patah dan berserakan di lantai. Buntut aksi itu, 38 mahasiswa ditangkap dan dibawa ke Mapolresta Banjarmasin.
Penangkapan itu membuat ratusan mahasiswa mendatangi Mapolresta Banjarmasin, menuntut pembebasan rekan-rekan mereka yang ditahan. Setelah melakukan pemeriksaan, penyidik Reskrim Polresta Banjarmasin menetapkan enam mahasiswa sebagai tersangka perusakan. Namun, penahanannya ditangguhkan.ant/ndy