BARITOPOST.CO.ID – Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum serta sebuah negara yang berdasarkan Demokrasi Pancasila. Undang-undang memberikan perlindungan kepada setiap warga negara berhak untuk mengemukakan pendapat sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan ditetapkan dengan undang-undang. Konsepsi tentang Hak Asasi Manusia (HAM) telah berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Hubungan antara negara dengan warga negara dimulai dengan tumbuhnya hukum alam yang melihat bahwa antara negara dan warga negara diikat oleh ketentuan universal, sehingga salah satu pihak tidak dapat ditiadakan dalam relasi tersebut. Salah satu fungsi terpenting dari hukum adalah tercapainya keteraturan/ketertiban dalam kehidupan manusia di dalam masyarakat.
Keteraturan ini yang menyebabkan orang dapat hidup dengan berkepastian, artinya orang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, karena ia dapat memprediksi tentang apa yang akan terjadi atau apa yang bisa diharapkan. Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi, maka kedudukan rakyat menempati posisi yang tertinggi. Terminologi demokrasi lahir dari terjemahan kata demos dan cratein yang berasal dari bahasa Yunani. Demos artinya rakyat, cratein artinya pemerintahan. Jadi secara harfiah demokrasi dapat diartikan pemerintahan rakyat. Pemerintahan yang dikehendaki oleh rakyat, dijalankan oleh dan untuk kepentingan rakyat. Demokrasi menghendaki agar pemerintahan itu dijalankan berdasarkan atas kehendak rakyat mayoriti karena hakikatnya rakyatlah pemegang kekuasaan dalam suatu negara.
Demonstrasi adalah tindakan untuk menyampaikan penolakan, kritik, ketidak berpihakan,
menyuarakan hal-hal yang dianggap sebuah penyimpangan. Maka dalam hal ini, sebenarnya
secara bahasa demonstrasi tidak sesempit, melakukan long-march, berteriak-teriak, membakar ban, aksi teatrikal, merusak pagar, atau tindakan-tindakan yang selama ini melekat, seharusnya dilakukan oleh pihak yang menjadi objek protes. Demonstrasi yang marak akhir-akhir ini sering disertai dengan tindakan yang tidak bertanggungjawab yaitu dengan melakukan pengerusakan fasilitas umum, yang tentunya bertentangan dengan tujuan dari unjuk rasa atau demonstrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar terbangun dalam masyarakat.
Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah situasi dan kondisi dinamis masyarakat sebagai prasyarat terselenggaranya proses pembangunan dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum serta terwujudnya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum juga bentuk-bentuk gangguan lainnya yang meresahkan masyarakat. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas) merupakan salah satu tugas pokok Polri sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI yang diaktualisasikan melalui beberapa bidang tugas seperti kegiatan pre-emtif, preventif dan represif (penegakan hukum) yang semuanya dilaksanakansecara berkesinambungan oleh Polri.
Kepolisian Negara RI diharapkan mengevaluasi pola pendekatan dalam penanganan aksi massa. Tekad Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis untuk menghadirkan personel kepolisian yang humanis harus diwujudkan dalam bukti nyata dilapangan, terutama saat personel kepolisian berhadapan dengan masyarakat.
Dalam penanganan unjuk rasa dilapangan, Polri tidak akan melakukan tindakan represif seandainya demonstrasi berjalan damai dan tertib. Karena Polisi hanya menindak pelaku anarkis yang berada bersama demonstran. Namun ketika demonstrasi atau unjuk rasa mengarah pada tindakan anarkis apa lagi sampai merusak fasilitas milik publik, maka sudah menjadi tugas Polri melakukan tindakan pengamanan secara terukur. Tindakan Polri terhadap unjuk rasa yang anarkis itu bertujuan untuk mengurai massa. Tujuan akhirnya adalah untuk menjamin terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat yanh lebih luas.
Dalam doktrin Kepolisian Indonesia, Tata Tentram Karta Raharja arti aman mengandung unsur, security adalah perasaan bebas dari gangguan baik fisik maupun psikis, surety adalah perasaan bebas dari kekhawatiran, safety adalah perasaan bebas dari resiko, peace adalah perasaan aman lahir dan batin. Sedangkan tertib adalah suatu keadaan, dimana terdapat keadaan keamanan dan
ketertiban yang menimbulkan kesejahtraan masyarakat.
Peran strategis Sipropam Polri sebagai salah satu unsur pelaksanaan staf khusus Polri khususnya Polres yang berada di bawah kendali Kapolres yang bertugas pokok membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban Profesi, Pengamanan Internal, termasuk Penegakkan Disiplin dan Kode Etik Profesi Kepolisian serta Pelayanan Pengaduan Masyarakat (Public Complain) tentang adanya penyimpangan tindakan Anggota Polres. Maka Sipropam Polres saat ini dan kedepan dihadapkan kepada tantangan tugas yang tidak semakin ringan namun sebaliknya semakin multi komplek sehingga menambah spektrum beban tugas Sipropam Polres kedepan, antara lain menyangkut peran Sipropam Polres sebagai pengawal Reformasi dan pengaman Kebijakan Pimpinan Polri khususnya Polres termasuk aspek gugus kendali mutu dan efektifitas penyelenggaraan fungsi control atau pengawasan internal terhadap kinerja khususnya penyimpangan perilaku anggota Polri.
Sementara itu Sipropam Polres saat ini dan kedepan harus mulai melakukan inventarisasi, pemetaan, mengkaji, meneliti secara holistic dan komprehensif terhadap berbagai perangkat instrumental, organisasi Polri, terutama menyangkut pedoman Standar Pelayanan Prima Sipropam Polres, apakah masih sesuai atau relevan dengan situasi kondisi saat ini untuk dapat dilakukan penyusunan penyempurnaan, revisi dan pembaharuan sehingga dapat dijadikan pedoman atau acuan atau kerangka kerja bagi Satker Sipropam Polres dalam rangka memberikan kontribusi guna mengeliminir potensi Pelanggaran Disiplin dan KEPP oleh Anggota Polri.
Dalam rangka untuk kesamaam visi persepsi dan pola tindak yang sama terhadap implementasi penyelenggaraan pelayanan prima Sipropam Polres melalui kegiatan penanganan unjuk rasa (unras) damai-anarki anti kekerasan maka dipandang perlu membuat naskah sementara ”Pedoman tentang Standar Operasional Prosedur (SOP)”. Pelayanan penanganan unjuk rasa damai-anarki anti kekerasan yang mengatur secara tegas dan jelas reaktualisasi kegiatan unsur pelayanan Sipropam Polres secara terpadu, tertib dan terkoordinasi mulai Polres sampai ke Polsek Jajaran Polres.
Dengan penyusunan SOP Sipropam Polres dimaksud adalah merupakan pedoman dasar, acuan atau kerangka kerja bagi unsur pelaksana Sipropam Polres diharapkan akan dapat dinilai tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan tugas yang output dan outcomenya dapat dirasakan serta dapat dinilai dan diterima oleh masyarakat disamping untuk meningkatkan proses pelayanan secara terintegrasi.
SOP ini adalah sebagai pedoman bagi anggota Sipropam Polres dan Polsek jajaran wilayah Polres Mataram dalam penanganan unjuk rasa damai-anarki anti kekerasan untuk mencegah anggota yang sedang melaksanakan tugas pengamanan unjuk rasa agar tidak bertindak diluar prosedur atau komando (inisiatif sendiri).
Berbagai masalah yang dihadapi oleh Kepolisian dalam pengamanan aksi unjuk rasa guna mencegah terjadinya tindak pidana. Kendala itu muncul tidak hanya dalam tubuh kepolisian
akan tetapi dari masyarakat khususnya pelaku unjuk rasa yang tidak bersifat kooperatif. Beberapa contoh aksi unjuk rasa yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, yaitu Pelaku unjuk rasa melakukan aksinya tanpa pemberitahuan tertulis kepada kepolisian. Aksi unjuk rasa yang dilakukan meski dengan penolakan dari kepolisian. Pelaku unjuk rasa tidak memperhatikan keamanan dan ketertiban. Ada banyak faktor penyebab yang ikut mempengaruhi efektifitas kinerja Kepolisian dalam melakukan dan menjaga keamanan dan ketertiban, khususnya Satuan Intelkam yang berfungsi sebagai pendeteksi dini terhadapgangguan keamanan dan ketertiban serta pengamanan aksi unjuk rasa, faktor penyebabnya adalah sebagai berikut :
a.Kurangnya sarana dan prasarana.
b. Pembinaan jaringan yag sulit.
c. Kurangnya personilkepolisian.
Meskipun berbagai hambatan dihadapi Kepolisian dalam pelaksanaan aksi unjuk rasa, namun
Kepolisian Republik Indonesia tetap berusaha mewujudkan kemampuannya untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta kemampuan untuk menegakkan hukum dan mempertahankan hak manusia, kemampuan untuk memelihara keamanan dalam negeri, kemampuan untuk menciptakan kerja sama internasional, kemampuan untuk menerima dukungan masyarakat.
Lantas bagaimana mencegah aksi anarkisme ?
Pertama, apakah koordinator lapangan (Korlap) demonstrasi sudah memberi tahu pihak kepolisian 3 x 24 jam sebelum dilaksanakan, seperti diatur dalam Pasal 9 dan 10 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum ?
Kedua, apakah intelijen Polri sudah melaksanakan kewajiban dengan baik ?
Hal itu untuk mencegah munculnya aksi tak terduga dari pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan aksi demo untuk kepentingannya sendiri.
Ketiga, apakah Kepolisian sudah melaksanakan prosedur tetap (Protap) sesuai Peraturan Kepala Polri No 16/2006 tentang pedoman pengendalian massa yang mengatur cara bertindak, jumlah kekuatan, peralatan yang digunakan, dan strategi pelaksanaannya ?
Sebagai masyarakat yang mencitakan persamaan semua orang dimuka hukum, sudah sepantasnya menyambut baik dan memberikan penghargaan yang tinggi atas komitmen Polri untuk menindak tegas orang seorang dan kelompok dengan atas nama apapun yang melakukan aksi kekerasan dan tindakan anarkis yang melawan hukum. Karenanya penegasan kembali komitmen ini, sebagaimana hasil rapat koordinasi bidang politik hukum dan keamanan (Rakorpolhukam) yang lalu, diharapkan benar-benar diwujudkan.
Kompol Yusriandi Y, SIK, M.MedKom selaku Sedik Sespimmen Polri Dikreg ke 61 mengatakan, ada beberpa upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat pencegahan tindak pidana dalam aksi unjuk rasa, beberapa upaya tersebut antara lain :
a) Preemtif
1. Mengingatkan kesadaran dan rasa tanggungjawab terhadap kegiatan unjuk rasa dan tata cara serta prosedur yang telah ditetapkan/berlaku.
2. Pembinaan/ penyuluhan kepada masyarakat.
3. Deteksi/pemantauan secara terus menerus terhadap kegiatan unjuk rasa.
4. Koordinasi dengan pemerintah daerah setempat dan instansi terkait.
b) Preventif
1. Penjagaan terhadap sasaran yang telah ditetapkan terutama pada tempat rawan dengan membentuk pos tetap, pos sementara.
2. Pengawalan terhadap barang-barang milik negara dengan menempatkan personil Polri dan karyawan atau satpam pada kendaraan yang digunakan secara selektif.
3. Patroli terhadap sasaran secara selektif.
4. Pemantauan terhadap
Kegiatan unjuk rasa yang sedang berlangsung pada saat itu. Melakukan deteksi dini terhadap kegiatan unjuk rasa dan pengaturan lalu lintas jika terjadi kemacetan pada titik-titik tertentu.
c) Represif
1. Menghentikan kegiatan aksi unjuk rasa seluruhnya.
2. Membubarkan secara paksa pelaku unjuk rasa.
Demokrasi yang ditetapkan di Indonesia membuat sebagian besar orang beranggapan bahwa mereka merdeka dan sama kedudukannya dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama ditentukan Pemerintah. Kebijakan yang dilahirkan Pemerintah muncul rasa tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, maka dituangkan dalam berbagai bentuk seperti unjuk rasa sampai anarkis agar Pemerintah tertekan. (*)