Pengisian Jabatan Wabup HST Diharapkan Tidak Berlarut-larut

by admin
0 comments 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Johransyah angkat biacara terkait proses pengisian Wakil Bupati setempat. Pihaknya berharap untuk mekanisme pengisian jabatan wakil bupati ini jangan berlarut-berlarut.

“Agar jangan sampai waktu 18 bulan minimal yang diamanatkan dalam aturan main akhirnya sia-sia. Intinya, apabila parpol pengusung sudah sepakat maka apalagi yang harus ditunggu. Jangan sampai masyarakat berpikir lain, dengan anggapan, apakah bupati atau DPRD HST sengaja mengulur waktu,” ujarnya.

Sebagai Ketua KPU, ia mengaku pernah menyampaikan pendapat pada Bupati HST tentang masalah ini.
“Kata kami, ini bukan ranah KPU, namun kami ingatkan terkait UU Nomor 10 Tahun 2016. mekanisme ada di DPRD. Kami hanya memastikan hanya tiga parpol pengusung yang dapat mengajukan calon. Dan, bupati tidak ada kewenangan langsung mencoret calon apabila lebih dari dua,” bebernya.

Disebutkan, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 maka mekanismenya dilakukan DPRD HST. “Dimana partai politik pengusung menyampaikan dua calon kepada DPRD melalui bupati. Artinya, bupati hanya membantu menyampaikan,” kata Johransyah.

Dalam UU Nomor 10 Pasal 176, disebutkan dalam ayat 1, dalam hal wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan.

Pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik pengusung.
Di ayat 2 di pasal yang sama, disebutkan partai politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan dua orang calon wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota kepada DPRD melalui gubernur, bupati, atau walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.

“Adapun DPRD HST harusnya segera menindaklanjuti dengan menambah tatib terkait mekanisme pemilihan dimaksud, berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2019 pasal 23 dan 24,” katanya.

Terpisah, pengamat hukum tata negara dari Universitas Lambung Mangkurat Ahmad Fikri Hadin mengatakan, UU Nomor 10 Tahun 2016 merupakan dasar hukum normatif untuk memilih wakil bupati.

“Masalahnya, bupati usulkan dua nama, tapi salah satunya sudah mengundurkan diri dari awal. Seharusnya, otomatis dua nama lagi yang diusulkan guna dipilih DPRD HST,” katanya.

Diungkapkannya, satu usulan atas nama Berry Nahdian Forqan dicoret. “Kalau dari awal Mahmud tidak mengundurkan diri, maka surat bupati sah, karena kewenangan bupati usulkan dua nama ke DPRD HST. Tapi satu calon atas nama Mahmud sudah mengundurkan diri,” katanya.

Menurutnya, kalau mungkin ada upaya menghalang-halangi seseorang menjadi calon wakil bupati maka dilihat lagi dasar hukumnya. Dimana, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 pasal 180 ayat 2, dinyatakan setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 96 bulan, dan denda paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp 96 juta.
“UU ini didesain agar transparansi diciptakan. Kedaulatan rakyat dijunjung tinggi dan untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara, serta hak parpol pengusung kepala daerah. Kembali ke dasar hukumnya, maka siapa saja yg terlibat maka konsekuensinya ada di UU ini,” pungkasnya. ril/slm

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment