Banjarbaru, BARITOPOST.CO.ID – Jumlah perkawinan anak di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Dengan penurunan angka perkawinan anak ini, maka juga berpengaruh pada upaya percepatan penurunan angka stunting (gagal tumbuh).
Seperti diketahui, anak di bawah umur yang belum matang fisik, mental maupun perekonomiannya, maka belum mampu juga memenuhi kebutuhan gizi ketika hamil serta bayinya beresiko stunting.
Kepala Bidang (Kabid) Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga (KHPK) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Kalsel, Suharto mengungkapkan, tugas utama DP3A dalam percepatan penurunan stunting adalah mencegah perkawinan anak.
Baca Juga: SBNI Demo ke Disnakertrans Kalsel Tolak PHK Sepihak Ratusan Karyawan dari 7 Perusahaan
“Tugas utama dalam penanganan stunting di DP3A adalah terkait perkawinan anak. Dalam hal ini, DP3A berupaya menurunkan angka perkawinan anak dan kami optimis, tahun 2022 angka perkawinan anak semakin menurun,” ujar Suharto ketika menjadi narasumber pada Kegiatan Pengembangan dan Pengelolaan Komunikasi Publik di salah satu kafe di Jalan RP Soeparto, Senin (27/2/2023).
Pengembangan dan Pengelolaan Informasi Publik ini merupakan kegiatan dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Kalsel dengan tema “Pencegahan Stunting di Kalsel” dengan peserta dari media massa dari Banjarmasin dan Banjarbaru.
Penurunan angka perkawinan anak di Kalsel dapat dilihat dari data Pengadilan Tinggi Agama (PTA).
Permintaan dispensasi perkawinan anak di PTA Kalsel pada tahun 2021 berjumlah 1.394. Kemudian di tahun 2022 menurun menjadi 916 permintaan.
“Ini artinya sudah bagus. Demikian pula halnya data dari Kemenag Kalsel, sebanyak 1.513 perkawinan di bawah umur yang dilaksanakan tahun 2021, kemudian tahun 2022 turun ke angka 1.153,” bebernya.
Alasan utama dispensasi nikah adalah karena hamil duluan. Yakni yang bisa diberikan izin untuk melangsungkan perkawinan di bawah umur.
Untuk mengatasi hal ini, DP3A melakukan survei ke desa-desa serta berkoordinasi dengan pihak terkait di kabupaten/kota melalui perjanjian kerjasama.
Baca Juga: Jelang Ramadhan, Harga Telur Ayam dan Itik Alami Fluktuatif
Menurut Suharto berdasarkan survei, ada beberapa penyebab perkawinan anak. Diantaranya, faktor adat, faktor ekonomi, yakni laki-laki kaya menikahi perempuan di bawah umur dari keluarga kurang mampu. Fenomena ini umumnya terjadi di Kabupaten Tapin, Tanah Bumbu dan Banjar, faktor pendidikan, lantaran di desa kekurangan sekolah lanjutan.
Upaya DP3A untuk mencegah perkawinan anak, diantaranya berkoordinasi dengan dinas pendidikan membentuk sekolah ramah anak, berkoordinasi dengan pendamping desa, Kementerian Agama dan petugas KB. Selain itu, pemerintah juga memiliki lembaga Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga, yakni mereka yang meminta dispensasi nikah harus berkonsultasi terlebih dahulu di Puspaga.
Penulis : Cynthia
Editor : Sophan Sopiandi