Permohonan Judical Review Ibnu Sina Disebut DPR RI Telah Membangkang UU

Banjarmasin, BARITO – Setelah mendengar keterangan pemerintah pusat dan DPR RI dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Selasa (19/7). Sidang selanjutnya MK akan mendengarkan keterangan Wali Kota Banjarbaru.

Namun bila menyimak jalannya sidang, ada yang menarik dari keterangan kuasa hukum DPR RI, Arteria Dahlan.

Arteria menuding bahwa majunya perkara ini karena sikap pembangkangan oleh Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, karena tidak mematuhi undang-undang. Apalagi terangnya, kepala daerah telah mengucap sumpah janji

Dari itu, sepatutnya Wali Kota Banjarmasin menjalankan UU (a quo) dan tidak mengajukkan permohonan uji materil ke MK.

“Apabila pemohon perkara Nomor 60 menghendaki ada perubahan UU, maka terdapat mekanisme lain untuk menyempurnakannya. Dengan demikian para pemohon a quo merupakan bentuk pengingkaran atau pembangkangan,” ujarnya.

Setelah dikonfirmasi kepada kuasa hukum dari Wali Kota Banjarmasin, Dr Lukman Fadlun.
Spontan langsung menepis pernyataan dari Arteria Dahlan selaku kuasa dari DPR RI dalam sidang tersebut.

Lukman menerangkan bahwa langkah Pemko Banjarmasin dalam hal ini Wali Kota Banjarmasin, H Ibnu Sina melakukan permohonan atau gugatan judicial review bukan berarti sebagai sebuah sikap pembangkangan.

Lukman menyangkal lagi, yang persoalkan bukan UU nya, tapi proses lahirnya UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel itu tatacaranya tidak sesuai dengan koridor hukum. Untuk itulah Pemko Banjarmasin ingin meluruskan cara berkehidupan bernegara, sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan, dimana ada tatacaranya, seperti harus ada perencanaan, pembahasan, penyusunan dan sebagainya.

“Jadi bukan membangkang tapi untuk meluruskan,” ujarnya saat dtemui di ruangan kerjanya, Rabu (20/7).

Lukman Fadlun pun mengaku optimistis permohonan Pemko Banjarmasin terkait sengketa berpindah ibu kota Kalsel melalui terbitnya UU Nomor 8 tentang Provinsi Kalsel ini dikabulkan oleh MK RI.

Terlebih menurut Lukman Fadlun, substansi yang dipersoalkan oleh Pemko Banjarmasin juga ditegaskan oleh salah seorang hakim yakni Prof Saldi Isra dalam persidangan.

Dimana salah satu point pentingnya adalah bahwa dalil dari pemohon terkait dengan prosedur pemindahan ibu kota provinsi melalui Peraturan Pemerintah (PP), namun dijawab oleh Arteria bisa dengan UU

“Kan dijawab bahwa level PP itu dinaikkan ke level UU. Bukan itu persoalannya. Kan itu persoalan diskusi akademik yang masih tanda tanya. Ini adalah persoalan normatif. Artinya kita harus mengikuti perundang-undangan,” jelasnya.

Lukman Fadlun juga menyoroti pernyataan Arteria Dahlan yang menyebutkan bahwa persoalan terkait UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel ini karena pemindahan ibu kota dan juga UU langsung dilakukan sekaligus.

“Tidak pas seperti ini. Karena UU 56 itu kan dasar hukumnya konstitusi RIS menjadi UUD 45. Kalau bicara konteks itu kita sependapat. Tapi tidak merubah kedudukan ibu kota provinsi Kalsel. Contohnya kan ada satu UU untuk tiga provinsi, yaitu Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Barat (Kalbar), dan Kalsel.

“Padahal dalam UU disebutkan untuk Kaltim ibu kotanya di Samarinda, Kalbar di Pontianak tapi kenapa tiba-tiba yang di Kalsel saja yang berubah menjadi Banjarbaru. Kan seharusnya melakukan pemindahan ibu kota itu dengan PP,” pungkasnya.

Diakhir sidang, Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman, menyampaikan bahwa untuk perkara ini ada permohonan untuk menjadi pihak terkait yaitu Wali Kota Banjarbaru yang dijadwalkan 3 Agustus mendatang.

Sebelumnya, Majelis Hakim sudah mengadakan rapat dan menyetujui Wali Kota Banjarbaru untuk menjadi pihak terkait.

Penulis : Hamdani

Related posts

PBFI Kalsel Usulkan Nomor Pertandingan PON Pada Porprov 2025 Tala

Jalan Komplek Dijadikan Jalan Raya, Warga Citra Land Resah dan Menuntut Sekolah Citra Mitra Kasih

Wamen Perdagangan Tetapkan Pasar Pandu Pasar yang SNI