Psikolog Hanya Untuk Orang Gila, Benarkah?

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read

Oleh : Siti Shalehatul Badi’ah

Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental. Kalimat tersebut dikutip dari perkataan David Satcher, mantan Kepala Badan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat.

Rangkaian kata-kata tersebut bukan hanya sekedar informasi belaka, namun juga menampar kita semua yang masih memandang sebelah mata akan pentingnya kesehatan mental.

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa satu dari empat orang di dunia terkena gangguan mental atau neurologis dalam beberapa waktu semasa hidup mereka.

Dalam sebuah artikel disebutkan bahwa angka kematian akibat bunuh diri mencapai 800.000 hingga 1 juta jiwa setiap tahunnya. 80% hingga 90% penyebab dari kematian tersebut adalah akibat depresi. Sedangkan di Indonesia sendiri, sekitar 4-5 kematian dari 100.000 jiwa disebabkan oleh bunuh diri akibat depresi.

Kartono menuliskan dalam bukunya bahwa depresi adalah kondisi muramnya hati seperti kesenduan, kepedihan, dan perasaan yang buram yang bersifat patologis. Depresi ditimbulkan oleh rasa sakit hati yang teramat dalam, trauma psikis, rasa bersalah, dan rasa inferior. Depesi dapat dirasakan oleh siapa saja, baik dari kalangan muda maupun yang sudah berusia senja pun dapat merasakan yang namanya depresi.

“Emosi yang tidak terekspresikan tidak akan pernah mati. Mereka akan dikubur hidup-hidup dan akan tampil nanti dengan cara yang lebih buruk.” -Sigmund Freud
Hampir seluruh manusia yang ada di dunia ini merasakan gangguan terhadap kesehatan mental, namun seringkali masyarakat kita tidak menyadari akan hal itu karena minimnya edukasi di negeri ini.

Masih banyak orang berfikir bahwa pergi ke psikolog adalah orang gila. Rendahnya tingkat kepedulian sekitar mengenai masalah mental membuat negeri ini miris. Padahal faktanya, kita hidup berdampingan dengan masalah yang mengancam kesehatan mental kita.

Sebelum kita memandang dunia yang lebih luas, kita harus bercermin untuk diri kita sendiri. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah menyelami diri dengan tujuan untuk memahami pikiran serta perasaan kita dan dampaknya untuk orang lain. Pentingnya memahami diri sendiri adalah langkah awal supaya kita mengetahui akan keadaan jiwa yang melekat pada tubuh ini.

Karena sesungguhnya kesehatan mental sendiri sama pentingnya dengan kesehatan badan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa di Indonesia sendiri masih banyak stigma negatif terhadap seorang psikolog.

Layaknya seorang dokter, psikolog sendiri dianggap sebagai seorang ahli yang mengatasi masalah kejiwaan untuk orang yang sakit dalam artian gila. Selain karena minimnya edukasi, banyaknya pandangan negatif tersebut juga menjadi salah satu penyebab malasnya masyarakat untuk mendatangi psikolog.

Di samping itu, masalah kesehatan mental juga sering dikaitkan dengan hal ghaib atau yang berbau roh jahat. Kondisi ini juga yang menyebabkan masyarakan lebih memilih pengobatan tradisional atau yang biasa disebut dengan orang pintar dibanding pergi ke psikolog. Padahal kenyataannya orang pintar tersebut belum tentu ampuh dan mampu mengatasi masalah yang tengah dihadapinya.

Noam Shpancer menyebutkan bahwa “Mental health is not a destination but a process. It’s about how you drive, not where you’re going”. Sehat mental bukanlah sebuah tujuan melainkan sebuah proses, ini tentang bagaimana caramu mengendarainya, bukan tentang kemana kamu pergi.

Layaknya berobat dengan dokter, konsultasi dengan psikolog juga perlu dilakukan beberapa tahap konsultasi, semua tergantung dengan berat ringannya masalah yang tengah dihadapi.

Maka dari itu, sebagai masyarakat Indonesia yang cerdas kita perlu membuka mata lebar-lebar untuk membuka wawasan kita dan lebih menyadari akan pentingnya kesehatan mental, serta tidak segan untuk pergi ke ahlinya (psikolog) jika merasakan keluhan yang akan mengancam kesehatan mental kita sendiri.

Mahasiswi S1 Psikologi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment