PT BGL Klarifikasi Isu Pengelolaan Condotel dan Kepemilikan Aset

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read
Direktur PT BGL, Paul Christian Susanto didampingi kuasa hukum Bernard Doni. (,Foto Iman Satria)

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Menanggapi berbagai isu yang beredar terkait kepemilikan aset, pengelolaan condotel, serta tanggung jawab hukum PT Banua Anugerah Sejahtera (BAS) dan PT Banua Guna Laksana (BGL), Direktur PT BGL, Paul Christian Susanto, memberikan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.

Paul, yang sebelumnya tercatat sebagai pemegang saham PT BGL, menegaskan bahwa dalam proses pengalihan piutang (cessie) antara Bank CIMB Niaga dan Christbaby Kusmanto pada Juli 2019, hanya unit-unit yang belum dipasarkan atau dijual yang menjadi objek pengalihan, bukan seluruh aset PT BAS.

“Fakta ini telah diperkuat dalam putusan perdata Nomor 18/Pdt.G/2021/PN Mtp. Oleh karena itu, klaim bahwa pihak tertentu memiliki keseluruhan aset PT BAS tidaklah benar,” ujarnya, didampingi kuasa hukum Bernard Doni.

Terkait pengalihan saham, Paul menjelaskan bahwa pada Januari 2020, PT BGL sepakat menjual seluruh kepemilikan saham di PT BAS dan PT BGS kepada Masbaby Kusmanto. Dengan demikian, segala hak dan tanggung jawab perusahaan beralih ke pemegang saham baru.

Dalam hal penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS), Paul menegaskan bahwa tanggung jawab tersebut kini berada di bawah manajemen baru PT BAS setelah RUPS 2020/2021. Putusan perdata Nomor 18/Pdt.G/2021/PN Mtp juga menyatakan bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dikuasai pihak tertentu harus diserahkan kepada PT BAS agar proses pemecahan sertifikat dapat dilakukan sesuai ketentuan hukum.

Selain itu, perjanjian perdamaian tertanggal 30 Maret 2023 juga menegaskan bahwa proses pemecahan atau penerbitan SHMSRS menjadi tanggung jawab manajemen baru PT BAS.

Paul menjelaskan bahwa dalam pengelolaan condotel Aston Banua—yang kini berganti nama menjadi Grand Tan—terdapat tiga entitas yang terlibat, yakni:

  1. PT BAS sebagai pengembang,
  2. PT Banua Megah Sejahtera (BMS) sebagai pengelola awal, dan
  3. PT BGS sebagai pengelola sejak 2017.

Sesuai kesepakatan tahun 2014, skema pembagian hasil ditetapkan sebesar 80 persen untuk pemilik unit dan 20 persen untuk pengelola. Namun, dengan berakhirnya kontrak pengelolaan antara PT BAS dan Aston Archipelago pada Agustus 2024, serta berakhirnya perjanjian pengelolaan PT BGS dengan pemilik unit pada Juni 2024, PT BGS dan PT BMS seharusnya bertanggung jawab untuk mengembalikan unit condotel kepada pemilik serta menyelesaikan hak bagi hasil yang belum diberikan.

Aksi protes yang dilakukan para pemilik unit condotel pada 21 Desember 2024 mencerminkan adanya hak-hak pemilik yang belum dipenuhi oleh pengelola sebelumnya.”Oleh karena itu, PT BGL mendukung upaya penyelesaian yang adil dan berbasis hukum agar hak-hak semua pihak, termasuk pemilik unit condotel, dapat terpenuhi sesuai perjanjian yang berlaku,” tutur Paul.

Ke depan, PT BGL berharap manajemen baru PT BAS dan PT BGS segera memenuhi hak-hak pemilik unit serta bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan ini secara transparan dan sesuai ketentuan hukum.

Perusahaan juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menghindari penyebaran informasi yang tidak akurat agar proses penyelesaian dapat berjalan dengan kondusif demi kepentingan bersama.”Saat ini, proses pemecahan atau penerbitan sertifikat telah diajukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Banjar oleh manajemen baru PT BAS, yang disaksikan oleh pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), dahulu bernama Perkumpulan Pemilik Condotel dan Penghuni Rumah Susun (PPCPRS),” pungkasnya.

Penulis: Iman Satria
Editor: Mercurius

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Tinggalkan komentar