Banjarmasin, BARITO – Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan terhadap Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Mantimin Coal Mining (MCM), terkait penerbitan izin pertambangan batu bara di pegunungan Meratus. Walhi pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Walhi bersama masyarakat mengharapkan Majelis Hakim PTTUN Jakarta turut membantu menyelamatkan lingkungan Pegunungan Maratus.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengemukakan harapan tersebut saat dialog interaktif di Radio Republik Indonesia (RRI) Banjarmasin, Kamis (25/10).
Pasalnya, menurut aktivis lingkungan tersebut, penambangan pada gugus Meratus HST bisa menambah kerusakan lingkungan dan mengakibatkan bencana, seperti banjir. “Dampak lain dari penambangan tersebut bisa menghilangkan atau mengurangi sumber daya air yang menjadi kebutuhan makhluk hidup, termasuk manusia,” lanjutnya.
“Oleh sebab itu, Walhi terus mengadvokasi lingkungan Meratus. Karena itu pula kami akan banding atas penolakan Majelis Hakim PTUN Jakarta,” tegasnya.
Kisworo juga menyerukan agar gerakan #SaveMeratus digalakan lagi. “Gerakan #SaveMeratus harus dijadikan gerakan bersama. Melalui banding di PTTUN Jakarta, kami mengajak seluruh elemen seperti masyarakat sipil, tokoh agama sekaligus pemerintah daerah ikut terlibat,” ujarnya.
Sebelumnya, aktivis Gerakan Masyarakat Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) HST, Rumli menyatakan masyarakat Bumi Marakat tidak rela keperawanan pegunungan Meratus terancam pertambangan batu bara.
“Mudah-mudahan HST tetap menjadi satu-satunya kabupaten yang bisa hidup tanpa tambang dan kelapa sawit. Kami bisa membangun ekonomi tanpa dua sektor itu. Keperawanan Meratus sebuah amanah yang harus dipertahankan,” ujarnya.
Gembuk HST sendiri sudah mengumpulkan kurang lebih 40.000 tandatangan penolakan pertambangan di HST di seluruh masyarakat Kalsel. Melibatkan elemen-elemen masyarakat lainnya yang tersebar di berbagai titik.
Pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Fikri berpendapat langkah Walhi Kalsel mengadvokasi Meratus tersebut sudah tepat.
“Tetapi mengapa Majelis Hakim PTUN Jakarta menolak gugatan Walhi. Padahal perkaranya termasuk rezim perizinan, yang berarti pula masuk wilayah tata usaha negara,” ujar akademisi perguruan tinggi negeri tertua di Kalsel itu.
Sebelumnya, PTUN Jakarta, Senin (22/10), menolak gugatan Walhi Kalsel terhadap Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Mantimin Coal Mining (MCM), terkait penerbitan izin pertambangan batu bara di pegunungan Meratus,
Majelis hakim PTUN Jakarta yang diketuai Sutiyono, serta anggota Joko Setiono dan Nasrifal itu mengkandaskan gugatan Walhi terkait keluarnya SK Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Batu Bara PT MCM menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi.
Alasan hakim, gugatan terhadap keluarnya SK Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017, tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Batu Bara PT MCM menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi, itu merupakan perkara perdata dan bukan perkara PTUN karena terkait kontrak karya.
Direktur Walhi Kalsel Kisworo DC pun meminta masyarakat, khususnya warga Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) agar tetap menjaga pegunungan Meratus. Menurut dia, Walhi akan terus melakukan perlawanan dan upaya hukum selanjutnya dengan mengajukan banding.
Aktivis lingkungan itu sangat menyesalkan keputusan Majelis Hakim PTUN Jakarta tersebut. Apalagi, proses persidangan hampir delapan bulan lamanya.
“Ini sama saja mencederai masyarakat Kalsel, khususnya masyarakat HST, yang mayoritas menolak izin tambang batu bara tersebut. Dan, tentu juga hasil putusan PTUN ini mencederai hukum yang ada di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, ratusan masyarakat dari berbagai kalangan mengikuti istighosah dan doa bersama untuk keselamatan kawasan Meratus dari aktivitas pertambangan. Acara itu berlangsung di halaman Masjid Agung Riyadushalihin Barabai, Kamis (11/10) lalu.
Ketua MUI HST KH Wajihuddin, yang memimpin istighosah, mengungkapkan para ulama dan masyarakat HST sangat mendukung upaya Walhi menggugat Menteri ESDM dan PT MCM, terkait penerbitan izin tambang di kawasan Meratus.
‘’K arena, tanpa ditambang saja HST tetap banjir tiap tahun. Untuk menghindari kemudharatan dan dampak bencana alam yang lebih besar, sebaiknya aktivitas pertambangan tidak ada di HST,” katanya.
Plt Bupati HST HA Chairasnyah menegaskan, pemerintahanya sudah berkomitmen tidak akan membuka pertambangan batu bara dan perkebunan sawit di wilayah ‘Bumi Murakata’.
“Secara hukum, Walhi telah menggugat izin produksi batu bara yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM. Dan, kita sebagai warga HST yang beriman juga mendukung dengan bersama-sama pada hari ini berdoa agar gugatan itu bisa dimenangkan,” katanya.
Pemerintah Kabupaten HST dan masyarakatnya memang berkomitmen membebaskan HST dari kegiatan pertambangan batu bara dan perkebunan sawit. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan alam wilayah yang berada di kaki pegunungan Meratus tersebut.
Saat ini, Kabupaten Hulu Sungai Tengah menjadi satu-satunya wilayah di Kalsel yang bebas dari tambang dan sawit. Eksploitasi sumber daya alam berupa tambang dan sawit dinilai tidak banyak memberi manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, tapi justru merusak lingkungan dan mengancam sumber mata pencarian warga di sektor pertanian dan perikanan.
“Tanpa tambang dan sawit, kehidupan sekitar 250 ribu warga kami cukup baik, dengan APBD kabupaten tidak kalah dari daerah yang mengandalkan tambang,” kata Chairansyah. ant/net