Ribuan Buruh Kalsel Tolak Omnibus Law Ciptaker

by baritopost.co.id
0 comments 2 minutes read

Ketua DPRD Janji Perjuangkan ke Pusat

Banjarmasin, BARITO – Pekerja di Kalimantan Selatan, yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) kembali berdemo di DPRD Kalsel, menolak Rancangan Undang Undang Omnibus LawCipta Kerja (Ciptaker), yang dinilai banyak merugikan kalangan buruh, Rabu (19/2). Kali ini massa yang datang lebih banyak, yakni ribuan orang, dari berbagai perusahaan di Kalsel.

Para buruh itu memulai aksi dengan berjalan kaki dari halaman parkir Masjid Raya Sabilal Muhtaddin menuju gedung DPRD Kalsel di Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Dengan pengamanan  ketat dari pihak kepolisian,  ribuah buruh itu tertib mengikuti  arahan untuk memposisikan diri dalam menyampaikan aksi.

Biro Hukum KSPSI Sumarlan mengatakan, pada 10 Februari 2020, draf RUU Omnibus Law resmi diserahkan kepada DPR RI untuk digodok. “Sudah barang tentu kami mempelajarinya. Dari draf Omnibus Law, ternyata terdapat 60 pasal yang direduksi, dikurangi,  bahkan dihapus,” ujarnya dalam orasi di depan gedung Wakil Rakyat itu.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, imbuh Sumarlan, ada tiga hal prinsip yang dipersoalkan para pekerja, yakni tidak adanya suatu kepastian kerja (job security),  kepastian satuan pendapatan (income security),  dan jaminan sosial (sosial security).

“Tiga hal inilah yang tidak ada dalam draf RUU Omnibus Law. Artinya, hal ini jelas dihilangkan  dari UU Nomor 13 Tahun 2003,” ujarnya.

Ada sembilan poin yang menjadi alasan para buruh menolaki draf RUU Omnibus Law. Pertama,

hilangnya upah minimum dengan berlakunya upah perjam. Kedua, tidak adanya upah minimum kota dan sektor. Ketiga, menghilangkan dan mengurangi nilai perhitungan pesangon. Keempat,penggunaan outsourcing akan bertambah dan semakin masif dilakukan pada semua lini.

Kelima, hilangnya sistem waktu enam hari kerja dalam seminggu dan lima hari kerja dalam seminggu, karena waktu kerja Omnibus Law delapan jam dalam sehari dan 40 jam dalam seminggu.

Keenam, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) diperbolehkan tanpa seizin Menteri. Ketujuh, dihapuskannya sanksi pidana kepada perusahaan  yang lalai membayar upah. Kedelapan, memberikan ruang yang terbuka kepada perusahaan untuk mudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kesembilan, RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah jenis kedok atau topeng untuk merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang merugikan kaum pekerja atau kaum buruh Indonesia.

“Kami memberikan  tempo kepada Dewan selama 14 hari,  karena pembahasan  masuk pada bulan Maret oleh DPR RI. Kami menunggu janji Dewan yang mengajak untuk mengawal semua tuntutan,” katanya.

Menanggapi tuntutan pengunjukrasa tersebut, Ketua DPRD Kalsel Supian HK berpendapat, aspirasi para buruh atau pekerja itu cukup beralasan/rasional.

“Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk tidak mendukung tuntutan parapekerja tersebut,” tegasnya.

Karena itu pula, Supian berjanji akan menyampaikan tuntutan dan aspirasi para buruh Kalsel ini ke tingkat pusat sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Penulis: Hamdani/Sopian

Baca Artikel Lainnya

Tinggalkan komentar