Sambil Menangis, Ini Alasan Mantan Kades Aluh-aluh Minta Bebas

by baritopost.co.id
0 comments 2 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Sambil menangis, mantan Kades Aluh-aluh Mansyur pada pembelaannya, meminta agar majelis hakim membebaskannya dari dari segala jeratan hukum. “Saya sangat menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi,” ucap Mansyur.

Mansyur juga meminta agar majelis hakim mempertimbangkan hukumannya untuk dia. Sebab ujar terdakwa, dia tidak menikmati hasil dari perbuatannya. Apa yang dilakukan semata-mata demi kepentingan masyarakat untuk mendapatkan rumah khusus nelayan tersebut.

“Saya tidak pernah memaksakan agar masyarakat membayar uang yang dikatakan sebagai pungutan itu. Itu hasil kesepakatan bersama,” ujarnya.

Terdakwa juga mengungkapkan kondisi kesehatannya yang pernah mengalami stroke, dan juga sebagai tulang punggung keluarga dengan anak yang masih kecil berumur 5 tahun. “Saya tidak tahu bagaimana nasib saya dan keluarga nantinya,” isak Mansyur.

Tak berbeda, mantan Sekretaris Desa Abdul Rasid juga meminta hal yang sama.

Dalam nota pembelaan yang  dibacakan penasehat hukum dari kantor hukum Sugeng SH, mengatakan kalau tuntutan jaksa  tidak memenuhi unsur melawan hukum sebab  tidak ada paksaan dalam pungutan tersebut.

Dan hal itu dikuatkan puluh saksi.

“Uang pembayaran itu atas dasar permintaan masyarakat dan berdasarkan hasil musyawarah,” ujar Sugeng.

Masih dalam pembelaan, keduanya juga meminta

apabila majelis mengganggap diri mereka bersalah, mereka berdua meminta di vonis seringan ringannya.

Pembelaan disampaikan kedua terdakwa pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Selasa (9/3/2021) dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Daru Swastika

Kedua terdakwa yang didakwa melakukan pungli terhadap pembangunan rumah untuk nelayan di desanya, oleh JPU masing masing dituntut 6 tahun penjara serta masing harus bayar denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan.

JPU I Gusti Ngurah Anom, berkeyakinan kalau kedua terdakwa bersalah melanggar pasal 12 huruf e UURI No 31 Tahun 1999  sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP seperti dakwaan primairnya.

Kedua terdakwa didakwa melakukan pungutan pembangunan rumah untuk nelayan di desanya yang seharus digratiskan untuk nelayan miskin. Pungutan yang diangggap liar tersebut, diminta kepada calon penghuni masing masing Rp5 juta.

Rumah khusus untuk nelayan yang di bangun oleh dinas PUPR setempat atas biaya Kementerian PUPR. Dengan catatan lahan yang ada adalah milik desa. Atas kebijaksaan seorang warga maka dihibahkan lahan untuk keperluan 50 unit rumah. Dalam perjalanan, kedua terdakwa memungut  setiap sebuah rumah Rp5 juta dengan ketentuan uang muka Rp1 juta dan sisanya sudah harus dilunasi bulan September  2020.

Uang terkumpul yang jumlahnya ratusan juta kemudian sebagian diserahkan kepada pemilik lahan yang belakangan terungkap kalau hibah pemilik lahan itu cuma abal-abal.

Penulis: Filarianti
Editor : Mercurius

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment