BANJARMASIN – Hiruk pikuk yang tengah melanda kedudukan Menteri Agama RI Gus Yaqut Cholil Qoumas, terkait dengan Surat Edaran Menteri Agama RI No 05 tahun 2022 tentang “Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala” direspon public di negeri ini dengan pro dan kontra. Seperti biasa, isu berdimensi agama ini bahkan merembet ke dunia politik. Terbukti sejumlah elemen tanpa telaahan yang mendalam, langsung mencap Menteri Agama RI itu “melecehkan” agama, dengan beragam tuntutan tak berdasar.
Menyikapi hal tersebut, sejumlah kyai, ulama dan ilmuan di Kalimantan Selatan, Senin sore, 28 Februari 2022, melakukan pertemuan di Kampus Universitas NU Kalsel, Jl Ahmad Yani KM 12.5, baik luring mau pun daring.
Hadir dalam pertemuan tersebut pendiri Universitas NU Kalsel HM Syarbani Haira, Kakanwil Kementerian Agama Kalsel Dr. H. Muhammad Tambrin, Ketua PWNU Kalsel Dr. HA. Hasib Salim, Akademisi Fisipol ULM Dr. H. Muslih Ambery, Sekretaris MUI Kalsel KH. Nasrullah AR, Ketua Ikatan Pesantren Indonesia Kalsel yang juga Pimpinan Pesantren Nurul Hijrah Jorong Tanah Laut KH Mukeri Yunus, Pimpinan Pesantren Walisongo Banjarbaru KH M. Abdul Hamid Marzuqi, serta Kyai Haji Iswaldi, Pimpinan Majelis Taklim di Barito Kuala.
Selain itu nampak juga hadir sejumlah Ketua PCNU se Kalsel, aktivis muda NU yang tergabung di Gerakan Pemuda Ansor, Banser, IPNU, PMII, KMNU serta aktivis kemahasiswaan di lingkungan Universitas NU Kalsel, seperti Dema, BEM, UKM, dan sebagainya
Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Sekretaris PWNU Kalsel Ir. Berry Nahdliyan Furqon itu terungkap sudut pandang yang sama di antara peserta pertemuan, bahwa perlunya semua elemen bangsa yang sefaham dengan NU untuk merapatkan barisan, memelihara negeri ini dari gerakan-gerakan kelompok tertentu yang ingin memancing di air keruh, dengan memanfaatkan moment-moment yang bisa mereka jadikan munculnya konflik dan kekisruhan di masyarakat.
Gagasan ini direspon positive oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kalimantan Selatan, Dr. H. Muhamad Tambrin. Menurutnya, setidaknya sejak 3 dekade terakhir ini, gerakan yang mendompleng moment-moment tertentu masiv bermunculan. Dulu tahun 2016 kisruh Pilkada DKI Jakarta, kemudian moment pidato Panglima TNI tentang Tuhan, dan kini terkait dengan SE Menteri Agama tentang penggunaan suara mikropon di Mesjid dan Musholla. Mereka menggunakan moment tertentu buat menciptakan kekisruhan.
Pimpinan Pesantren Walisongo Banjarbaru Kyai Hamid Marzuqi dan Pimpinan Pesantren Nurul Hijrah Jorong Tanah Laut Kyai Mukeri Yunus menambahkan bahwa Surat Edaran Menteri Agama itu semata buat kemaslahatan umat. “Saya sudah kumpulkan data, gossip yang berkembang terlalu jauh dari fakta yang sebenarnya,” tegas Gus Hamid, panggilan akrab Kyai Hamid Marzuqi.
Sementara pengamat kebijakan public Dr. H. Muslih Ambery menilai, sepertinya kejadian yang menimpa Menteri Agama saat ini tak jauh beda dari kasus-kasus sebelumnya. Ia meyakini jika kelompok radikal berhasil memanfaatkan moment. Ironinya, banyak pihak yang tak bisa membedakan berita benar dan gosokan. Maka itu alumni IPB Bogor ini sepakat agar semua lapisan masyarakat untuk merapakatkan barisan, agar kelompok pembuat kekisruhan tak mudah bikin gerakan. Niat Menteri Agama sangat mulia, dan kita semua harus mendukungnya, tegas mantan Dekan Fisipol Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ini.
Dalam kesempatan tersebut Ketua Pusat Kajian Geografi Politik Universitas NU Kalsel, M Syarbani Haira mengatakan, ke depan trend kelompok pencipta kekisruhan di negeri ini akan semakin menguat. Setahun sebelum Pemilu 2024 besok, gerakan mereka justru akan semakin derastis. Maka itu tak ada pilihan lain bagi pencinta kebenaran, kecuali penguatan civil society, agar masyarakat surviv dan bebas dari gosip-gosip serta info hoax. Ini semua dimaksudkan agar negeri ini bisa terpelihara dengan baik.
Saya setuju, sambung Kyai Nasrullah, Sekretaris Umum MUI Kalsel. Semua elemen umat harus di advokasi, sebagai balancing gerakan radikal yang bisa berdampak mencelakakan kedamaian umat, sambungnya. ang/rel