Banjarmasin, BARITO -Penggiat seni dari kalangan mahasiswa protes, karena aktivitasnya untuk melestarikan budaya dikenakan pajak,seperti lazimnya dengan pertunjukan kesenian yang berlaku untuk masyarakat umum.
Menurut Bani salah satu pelaku seni di Kota Banjarmasin, dirinya heran mengapa pemerintah mengambil pajak 10 persen dari acara yang diadakan oleh mahasiswa yang tujuannya bukan untuk komersil dan hanya pelestarian budaya.
“Penjualan tiket masuk untuk mengganti uang gedung dan perlengkapan bukan untuk mencari keuntungan. Tiket masuk kami jual Rp 5 ribu hingga 10 ribu. Dan uang penjualan tiket pertunjukan untuk bayar sewa gedung, kostum dan lainnya,” paparnya, Minggu (3/12).
Menanggapi itu, Kepala Bakeuda Kota Banjarmasin, Subhan Noor Yaumil mengatakan, dasar hukum Pemko Banjarmasin sudah sesuai Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang pajak hiburan.
Dalam Perda Nomor 10 Tahun 2011 yang terdiri dari 52 pasal dan 20 bab, ditetapkan Walikota Muhidin, dan diundangkan Sekdakot Banjarmasin Zulfadli Gazali dalam lembaran daerah, memuat apa yang dimaksud objek pajak hiburan. Yakni, jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran dalam Pasal 3 ayat (1), dan lebih rinci dijelaskan pada ayat (2).
Hiburan yang dimaksud seperti tontonan film, pagelaran/pentas kesenian dan musik, tari dan/atau busana, atau hiburan lainnya yang menggunakan tiket atau telah menarif biaya masuk.
Sedangkan, dalam Pasal 3 ayat (3) yang tidak termasuk objek pajak hiburan adalah program kerja pemerintah dalam pengembangan seni budaya tradisional, pendidikan dan ilmu pengetahuan, ekspose hasil kerja atau pameran pembangunan daerah, suguhan resmi pada acara pemerintahan, perlindungan bagi penyandang cacat, pijat atau urut para tunanetra, hiburan peringatan hari besar keagamaan, terkecuali dipungut bayaran.
Dalam Pasal 6 Perda Nomor 10/2011, ditetapkan tarif 10 persen untuk pertunjukan itu, kemudian pajak 30 persen dikenakan bagi karaoke, mandi uap/spa, dan tarif 40 persen untuk diskotek, klab malam, bar, pub, musik hidup (live music) musik dengan DJ dan sejenisnya.
Mendapat informasi diatas, Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalsel dan anggota Komisi II DPRD Banjarmasin, Awan Subarkah juga meminta pemerintah kota untuk segera menelaah kembali.
Menurutnya, pagelaran atau pentas seni mahasiswa, pelajar atau seniman yang diadakan di Taman Budaya ini sebaiknya dilihat lagi konteksnya. Karena yang ia tahu tiket masuk yang biasa dikenakan seniman dari kalangan mahasiswa biasanya untuk sewa gedung dan sebagainya, bukan malah mengambil keuntungan atau komersil.
“Pentas seni di Banjarmasin bertujuan untuk menghidupkan berkebudayaan atau berkesenian, bukan ajang komersil, pemerintah sebaiknya menelaah itu. Mereka jangan langsung dikenai pajak, kalau konteksnya hanya untuk menghidupkan berkesenian dan berkebudayaan. Sepatutnya, mereka itu didukung,” cetusnya.
Itu berbeda bila show mendatangkan artis ibukota atau konser musik yang disponsori, tentu sudah bermuara pada bisnis atau komersil. Bagaimana tidak tiket masuknya saja biasanya mulai dari Rp 50 ribu hingga ratusan ribu.
“Intinya pemerintah harus lihat konteksnya dulu jangan asal pungut pajak,” bebernya.
dani