Banjarmasin, BARITO – Dua kasus dugaan mafia tanah yang terjadi di Mantuil dan Handil 6 Syamsudin Noor yang kini sudah dilaporkan ke satgas mafia tanah diharapkan segera ada titik terangnya.
Apalagi melihat fakta hukum sudah sangat jelas, sertifikat di dua kasus itu diduga terjerat pidana.
“Diduga terjerat pidana maka dianggap pelanggar hukum,” tegas Muhammad kuasa hukum kedua kasus dugaan mafia tanah tersebut, akhir pekan.
Seperti SHGB no.00460 an.h.Anwar, yang sudah jelas dinyatakan lurah Mantuil Warkahnya ilegal sebab objek /tanah sertipikat itu berada diatas lokasi SKKT 6020 an. Haris Fadillah. Bahkan mantan lurah Sadiyo mengakui secara hukum terhitung tanggal 06. Desember 1999 dia yang membuatkan SKKT nya dan lokasi itu sudah ada PBBnya.
“Sudah jelas, atas dasar keterangan lurah tersebut maka lokasi SHGB itu secara hukum tidak ada dan yang ada kecuali tanah milik Haris Fadillah,” katanya.
Sedangkan lokasi SHGB hanya ditemukan dilokasi hasil kejahatan yakni perampasan dan pencaplokan tanah oleh mafia tanah yang diduga kerjasama dengan oknum kelurahan dan BPN sehingga terbit SHGB. Padahal di Mantuil adalah tanah adat yang secara turun temurun dikuasai masyarakat, patut diduga SHGB itu terbit hanya modus untuk menghilangkan aksi tadah ,karena SHGB itu dasarnya bukan tanah hak milik tapi tanah negara.
“Mengingat lokasi itu adalah hasil kejahatan maka tidak sah disewakan,dipinjamkan,ataupun dikontrakan,” katanya.
Demikian juga kasus yang terjadi di Handil 6 Syamsuddin Noor Banjarbaru, yakni sertipikat 1665/5810 pemilik asal tanah An.Haji Iskandar dianggap hukum sebagai sertipikat pelanggar hukum.
Sebab faktanya, Saidi yang bukan pemegang hak dan tidak ada memiliki hubungan hukum dengan pendaftaran tanah ternyata disurat ukur terbukti sebagai penunjukan dan penetapan batas batas tanah. “Jelas ini tidak dibenarkan oleh hukum,” jelas pengacara dari KAI yang dua kali masuk BUI karena dikriminalisasi oleh mafia tanah dikota banjarmasin.
Termasuk SK Gubernur Kalsel no.453/1984 luas tanah 7.966 M2 sedangkan dipeta perbandingan luas tanah 8000 M2 ini berbeda. Akibat beda maka SK Kepala Daerah itu diduga SK sesat atau semacam keterangan palsu dan pembohongan publik.
“Secara hukum pemilik tanah berhak mengambil tanah yang dikuasai dengan cara menggunakan sertipikat diduga terlilit pidana. Sementara
sertipikat tidak sah dijadikan alat bukti oleh aparat hukum untuk melakukan tindakan supremasi hukum,” paparnya.
Terakhir kembali Muhammad meminta agar tim satgas mafia tanah segera usut dan proses sertipikat tersebut sebab alat bukti dari sertipikat itu ternyata berkas nya diduga memuat keterangan palsu dan objek tanahnya diduga hasil kejahatan.
Penulis: Filarianti Editor : Mercurius