Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Saksi Gilim yang dihadirkan pada perkara gratifikasi dan TPPU bendungan Tapin di Rantau mengatakan kalau terdakwa Sugiannor Kades Pepitak Jaya memang ada mengatakan minta jatah 50 persen kalau ganti rugi cair. Namun tegasnya hal itu tak dia gubris.
Walaupun tak digubris, namun toh lanjut dia saat pencairan tetap saja uang ganti rugi dipotong terdakwa.
“Ya sekarang dikatakan keberatan, tentu saya keberatan,” kata saksi dihadapan majelis hakim yang diketuai Suwandi SH.
Saksi sendiri sempat mengaku kalau Sugiannor tidak pernah mengucapkan minta jatah 50 persen. Namun ketika terus didesak ketua majelis hakim karena dalan BAP ada menyebutkan hal itu, saksi kemudian membenarkan. “Tapi saya tidak setuju 50 persen. Waktu itu saya bilang mau berapa saya kasih asal tidak dibagi dua,” ujarnya lagi yang akhirnya menurut penasehat hukum terdakwa Marudut Tampubolon SH MH saksi dinilai terlalu berbeli-belit.
Saksi juga membantah telah meminta tolong pengurusan sertifikat tanah miliknya yang hilang kepada Herman. “Tidak ada saya meminta diuruskan,” bantahnya ketika terdakwa Herman mengatakan keberatan atas keterangan saksi yang mengatakan tidak pernah minta uruskan surat menyurat tanah.
Baca Juga: Operasi Patuh Intan 2023 Dimulai Hari Ini, Wujudkan Disiplin Masyarakat Berlalu -Lintas
“Bapak telah disumpah lo,” ingat ketua majelis hakim.
Saksi lainnya Dari mengatakan copot jantungnya setelah mengetahui kalau ganti untung tanahnya sekitar Rp979 juta. “Karena mencapai Rp1 miliar saya merasa keberatan kalau dipotong 50 persen untuk kepala desa dan anak buahnya,” ujar saksi.
Saksi Dari juga membantan telah menyerahkan semua urusan ganti untung tanahnya kepada Herman dengan alasan khawatir nanti tidak akan cair. “Coba tolong diingat-ingat, anda pernah minta tolong pada saya untuk menguruskan tanah yang kena pembangunan bendungan Piani,” ujar terdakwa Herman ketka diberi kesempatan ketua majelis hakim untuk bertanya kepada saksi.
Lagi-lagi saksi Dari membantah tidak ada.
Diketahui, ketiganya dikatakan secara bersama sama melakukan pemotongan 50 persen dari lima saksi yang mendapatkan ganti rugi dari pembebasan lahan untuk pembangunan bendungan tersebut.
Dalam dakwaan disebutkan Sugianoor menerima sebesar Rp800 juta, Ahmad Rizaldy dikisaran angka Ro600 juta rupiah dan Herman yang merupakan warga setempat jumlah justru paling besar Rp945 juta lebih.
Umumnya yang menjadi korban dari kelima penerima uang ganti untung tersebut, dikarenakan surat surat tidak lengkap dan pengurusan kelengkapan tersebut dilakukan oleh ketiga terdakwa.
Sebetulnya ujar JPU kelima korban ini tidak mau untuk memberikan uang dengan besaran yang diminta, tetapi karena kelengkapan surat-surat tanah yang dimiliki kurang, mereka terpaksa memberikannya.
JPU kepada ketiga terdakwa menjerat pasal berlapis, yakni pasal 12 huruf e Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga: Kebakaran di Rawasari Banjarmasin Hanguskan Belasan Bedakan
Kedua pasal 11 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan undang undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan pelanggaran tentang pencucian uang, JPU pertama mematok pasal 3 UU RI No.8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan kedua pasal 4 UU RI No.8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Khusus terdakwa Herman karena orang swasta, dikenakan pasal 3 untuk yang pertama dan kedua pasal 5 UU RI No.8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Seperti diketahui, bendungan yang menghabiskan anggaran mencapai Rp1 triliun ini merupakan merupakan proyek tahun jamak antara 2015 sampai 2020.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya