Upaya Pemerintah untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur, tentunya tidak lepas dari adanya permasalahan yang timbul yaitu adanya praktek-praktek Pungutan Liar (Pungli). Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan, keseriusannya untuk memberantas praktek pungli tersebut dengan mengajak semua stakeholder mulai dari kepolisian, TNI, Kementerian, Lembaga serta seluruh kalangan masyarakat.
Sektor pelayanan publik menjadi perhatian belakangan ini, beberapa kasus Pungli muncul dan terjadi pada daerah yang masih minim kesadaran bahaya Pungli. Pungli adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanyakan pungli dipungut oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan sebagai KKN, tetapi kenyataannya hal ini jamak terjadi di Indonesia.
Menteri Dalam Negeri mengharapkan Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri menghadapi dampak Covid-19. Hal itu dinyatakan Tumpak Haposan Panggabean, Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Wakil Ketua Pelaksana I Satgas Saber Pungli pada Rapat Koordinasi Satgas Saber Pungli beberapa bulan lalu di Jakarta. Terhadap kineja tim Saber Pungli Pusat dan Daerah selama ini, apresiasi jajaran Satgas Saber Pungli memenuhi penegasan Presiden RI agar bekerja ekstra keras dalam situasi krisis saat ini.
Objek fokus Pungli semisal pada lembaga pendidikan. Fungsi sekolah dapat dilihat dari berbagai aspek. Dilihat dari aspek sosiologis, fungsi sekolah adalah lembaga pendidikan yang menempatkan guru sebagai pendidik menggantikan peran orang tua sebagai pendidik sejati. Hal ini merupakan konsekuensi kesibukan orangtua terhadap pekerjaan dan kegiatan masing-masing. Guru sebagai pendidik utama dituntut untuk memiliki profesionalisme dalam melakukan tugas pokoknya yaitu mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik.
Dari aspek psikologis, fungsi sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang mengajari, mengelola dan mendidik peserta didik agar memiliki kepribadian dan tingkah laku yang baik melalui bimbingan yang diberikan sebagai bekal untuk menjadi makhluk sosial dan memecahkan berbagai problematika sosial kelak. Lembaga pendidikan formal dilengkapi sarana dan prasarana yang menunjang proses pendidikan seperti ruang belajar, perpustakaan, sarana olahraga, perkantoran dan laboratorium.
Dari aspek pelayanan publik, fungsi sekolah adalah tempat memberikan pelayanan akademik kepada para peserta didik. Pelayanan yang diberikan dalam bentuk pemberian pendidikan, pengajaran dan pembimbingan. Pelayanan pendidikan terkait dengan aspek sifat dan tingkah laku yang baik sebagai pelajar, lalu pelayanan pengajaran terkait dengan pemberian ilmu pengetahuan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan pelayanan pembimbingan terkait dengan keterampilan teknis dan psikologis tertentu.
Fungsi sekolah menurut Muhammad Ali (2009:355), ada empat yakni pertama, memberi layanan kepada peserta didik agar mampu memperoleh pengetahuan atau kemampuan-kemampuan akademik yang dibutuhkan dalam kehidupan. Kedua, memberi layanan kepada peserta didik agar dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan. Ketiga, memberikan layanan kepada peserta didik agar dapat hidup bersama ataupun bekerja sama dengan orang lain. Keempat, memberi layanan kepada peserta didik agar dapat mewujudkan cita-cia atau mengaktualisasikan dirinya sendiri.
Ada beberapa bentuk-bentuk pungutan di sekolah, baik pungutan resmi maupun pungutan liar. Pungutan resmi adalah pungutan yang memiliki dasar hukum dan tidak melanggar peraturan yang ada, sementara pungutan liar (pungli) adalah pungutan yang tidak memiliki dasar hukum meski telah didahului dengan kesepakatan para pemangku kepentingan. Karena pada dasarnya kejahatan juga bisa dilakukan melalui sebuah kesepakatan dan pemufakatan (pemufakatan jahat).
Beberapa pungutan dilakukan sejak tahap pendaftaran masuk sekolah, kegiatan belajar mengajar hingga lulus sekolah. Pungutan yang sering dilakukan saat pendaftaran sekolah seperti uang pendaftaran, uang bangku sekolah, uang baju sekolah, uang daftar ulang dan uang bangunan. Sementara pungutan yang sering dilakukan saat kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah uang SPP/uang komite, uang les, uang buku ajar, uang LKS, uang ekstrakurikuler, uang OSIS, uang study tour, uang perpustakaan, uang pramuka, uang PMI, uang kalender, dana kelas, uang koperasi dan uang denda tidak mengerjakan PR. Pada tahap jelang lulus sekolah, terdapat berbagai pungutan seperti uang UNAS, uang try out, uang bimbingan belajar, uang perpisahan, uang foto, uang membeli kenang-kenangan, dan uang wisuda.
Tugas utama Satgas Saber Pungli adalah melakukan pemberantaran pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasarana yang ada di Kementerian/lembaga maupun di Pemerintah Daerah. Sedang kewenangan Satgas Saber Pungli adalah, Pertama membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar. Kedua, melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi. Ketiga, Mengoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar. Keempat, Melakukan operasi tangkap tangan. Kelima, Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga, serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keenam, Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas lain unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayaan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah. Ketujuh, Melakukan evaluasi pemberantasan pungutan liar.
Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan.
Satgas Saber Pungli, baik ditingkat Pusat maupun daerah sekiranya dapat meningkatkan perhatian kepada beberapa hal berikut. Seluruh UPP agar memahami regulasi yang ada sehingga tidak salah dalam menentukan status kasus dan tidak terjadi salah penindakan. UPP juga menggalakkan program pencegahan (Preventif) pungutan riar dilingkungan Pemda. UPP dapat mengawal betul pelayanan dan perijinan Pemda sehingga masyarakat tidak terbebani. Khusus untuk perizinan dilingkungan Kemendagri, seluruhnya yanpa biaya, sehingga apabila ada yang meminta sesuatu, sudah dapat dipastikan itu adalah Pungli.
Kompol Yusriandi Y, SIK, M.MedKom selaku Serdik Sespimmen Polri Dikreg ke 61 mengatakan, penguatan saber pungli dalam mencegah pungutan liar terus dilakukan. Tidak hanya di tingkat Kementerian dan lembaga, tetapi juga Pemerintah Daerah, kabupaten/kota, serta tingkat RT dan RW. Segala jenis pungutan liar yang mengganggu masyarakat mulai dari pungutan dipasar, ditingkat RT, bahkan dijalan, ditangani oleh saber pungli. Satgas ini membantu Kepolisian, Kejaksaan, dan negara untuk melindungi masyarakat dari gangguan aktivitas yang sudah jadi penyakit ditengah masyarakat. Praktik pungli harus dihapuskan. Karena pungli dapat membenani masyarakat, serta menurunkan kepercayaan publik pada Pemerintah yang sedang berjalan saat ini. Kondisi tersebut tentu dapat merusak sendi kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara, serta perlu penanganan serius.
Beberapa waktu lalu, Presiden RI Joko Widodo mendengarkan keluhan sopir-sopir truk container tentang maraknya praktik pungli di Pelabuhan Tanjung Priok. Pungli tersebut antara lain terjadi dengan alibi adanya pengecekan, layanan bongkar muat, hingga keamanan dan sebagainya. Akibatnya, sopir dan pengusaha pengangkutan mengalami kerugian. Keluhan tersebut langsung direspons Presiden dengan memerintahkan Kapolri untuk menangkap pelaku pungli. Hasilnya, Polri berhasil meringkus 49 orang diduga pelaku pungli.
Secara hukum, mengenai tindakan pungutan liar, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Setidaknya pasal kitab Undang Undang Hukum Pidana dapat dikenakan pada pelaku praktik pungli, yaitu Pasal 368 dan Pasal 423. Pasal 368 ancaman hukumannya penjara maksimal 9 tahun, sedangkan Pasal 423 ancaman hukumannya pidana penjara selama-lamanya 6 tahun.
Berdasarkan pasal di atas, maka pelaku pungli dapat dijerat dengan pasal-pasal pemerasan dan ancaman dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun. Namun perlu diingat pasal ini hanya berlaku jika pelaku pungli merupakan pihak yang tidak berwenang/tidak berhak seperti preman dan sebagainya, sementara jika pelaku yang melakukan pungli merupakan pejabat atau aparatur sipil negara, maka terhadap pelaku bisa juga dilaporkan tindak pidana korupsi.
Pungli adalah bagian dari maladministrasi dan aparat pelaku pungli dapat dikenai sanksi administrasi dan berlanjut ke pengadilan. Proses lebih lanjut ke Peradilan Umum dapat dilakukan bila dalam pungli ini didapati unsur tindak pidana.
Hal itu ditegaskan anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ninik Rahayu, pada sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Sapu Bersih Pungli. Kegiatan ini diselenggarakan Kelompok Kerja Pencegahan Satgas Sapu Bersih Pungli di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, belum lama ini.
Pemahaman mengenai Pungli memang masih belum banyak dipahami oleh sebagian masyarakat mengenai apa sebenarnya pengertian dari Pungli itu sendiri. Pungli dipahami sebagai permintaan sebagian uang dari pejabat birokrasi di luar panjar biaya perkara yang pembayarannya diluar dari panjar biaya yang harus dibayar. Sedangkan bilamana pungutan liar itu tidak dibayar maka akan dikhawatirkan adanya kesulitan dalam penyelesaian administrasi yang sedang dilaksanakan.
Perbuatan yang dikategorikan sebagai Pungli (sogokan, uang pelicin, salam tempel) adalah tindak pidana penipuan, tindak pidana pemerasan, dan tindak pidana korupsi. Faktor-faktor penyebab terjadinya pungutan liar adalah penyalahgunaan wewenang, faktor mental, faktor ekonomi, faktor kultural dan budaya organisasi, terbatasnya sumber daya manusia, lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan, serta pelaku dituntut untuk menyetorkan sebagian hasil pungutannya kepada oknum tertentu. Manfaat penegakan hukum terhadap pungutan liar adalah setiap tindak pidana yang dilakukan oleh siapapun harus ditindak secara tegas tanpa memandang status, walaupun pelakunya adalah aparat hukum sendiri sehingga memberi manfaat dan berdaya guna bagi masyarakat yang mengharapkan penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan serta untuk menghilangkan anggapan masyarakat bahwa praktek pungutan liar sebagai pembenaran serta bagi pelaku itu sendiri akan timbul mental yang baik serta timbul jiwa untuk berjuang atau jiwa untuk berusaha.
Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat dalam hal pemberantasan Pungli sudah dengan tegas dikatakan Presiden RI Joko Widodo.
“Ya, disikat semuanya,” tegas Presiden Jokowi.
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menyambut baik respons cepat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beserta jajarannya setelah mendapatkan instruksi Presiden Joko Widodo untuk memberantas pungutan liar usai mendengarkan curhatan sopir kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kendati begitu, Reza menyoroti antensi yang diberikan Presiden Jokowi seharusnya bisa dilakukan untuk seluruh daerah di Indonesia.
Dengan pemikiran seperti itu, maka penting ditelusuri adakah eksekutornya, adakah bosnya, bahkan mungkin adakah pelindungnya yang bekerja sebagai oknum aparat. Konsekuensinya, tidak cukup Reskrim yang bekerja dilapangan. Unit Intel juga perlu memperluas endusannya. Bahkan unit Internal pun patut mengecek ada tidaknya personel yang nakal dibalik premanisme itu. (*)