SMPN 7 Barabai Sekarat Siswa

by baritopost.co.id
0 comments 2 minutes read

Barabai, BARITO – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 7 Barabai yang dahulu dikenal dengan sebutan SMPN 4 Barabai sejak tahun 2018 lalu, terletak di Jalan Antasari tepat berseberangan dengan Masjid Agung Riadusshalihin sebagai masjid kebanggaan warga Bumi Murakata kondisinya sekarang cukup ironis.

Betapa tidak, sekolah yang dahulu sempat menjadi favorit di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sekarang malah sekarat siswa, peserta didik disana seakan berjalan di tempat, ditambah sarana prasarana yang tak juga memadai.

Memasuki tahun ajaran 2019, SMPN 7 hanya memiliki satu peserta didik. Sembilan ruang kelas berdaya tampung masing-masing 32 siswa lowong. Kondisi itu menjadikan SMPN 7 menjadi kurang diminati pelajar yang ingin melanjutkan studi ke tingkat SMP. Sekolah ini sejatinya pernah memiliki ratusan peserta didik. Pada tahun ajaran 2010-2011 misalnya, sekolah ini memiliki 225 siswa. Namun sejak itu jumlahnya berangsur surut. Pada tahun ajaran 2011z2012 menjadi 135. Kemudian turun lagi menjadi 112 di tahun berikutnya.

Pun demikian di tahun ajaran 2013, hanya 88 saja siswanya. Hingga tahun ajaran 2019-2020 jumlah keseluruhan siswanya hanya berjumlah puluhan.

Dari berkas Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada 2-6 Mei 2019 lalu, hanya 7 calon siswa saja mendaftar. Memasuki masa penyerahan formulir daftar ulang. Hanya 1 siswa yang mengembalikan formulir. Kondisi ini bertahan hingga akhir.

Gazali Rahman (15) adalah satu-satunya murid yang saat ini menuntut ilmu di sekolah tersebut pada tahun ini.

“Kami mengira anak-anak yang mendaftar sebelumnya tidak bersekolah. Pas kami datangi ke kediamannnya masing-masing, ternyata mereka sudah bersekolah di sekolah lain,” kata Mardiana Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMPN 7 Barabai.

Sejauh ini jumlah keseluruhan siswa di sana hanya 22 orang. Kelas satu, 1 siswa, kelas dua, 3 orang dan untuk kelas tiga sebanyak 18 siswa. Sekalipun demikian, belajar mengajar tetap aktif digelar. SMP ini sudah menggunakan kurikulum 2013 dengan tenaga guru 11 orang. Terdiri dari 5 PNS, 2 Honorer dan 4 guru bersertifikasi. Sekarang kondisi sarana di sekolah itu mulai tak kalah memprihatinkannya. Misalnya tak adanya komputer penunjang kegiatan belajar siswa dan juga laboratorium bahasa yang rusak akibat kebanjiran 2017 silam.

Para guru di SMPN 7 sebenarnya sudah melaporkan kondisi tersebut ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan HST. Demikian ditengarai akibat sistem zonasi yang tidak dijalankan Dinas Pendidikan HST serta jadwal penerimaan siswa baru yang tidak merata antar instansi.

“Letak sekolah kan diapit beberapa sekolah favorit. Kalau tidak sistem zonasi mereka bisa memilih sendiri sekolahnya terlebih sekolah yang berbasis agama yang sudah membuka pendaftaran terlebih dahulu,” terang Mardiana.

Di tahun 2017, para guru di lingkup Disdikbud HST pernah membawa hal itu ke DPRD HST, tujuannya mencari solusi waktu dan pembagian penerimaan siswa baru antara Kementerian Agama dan Disdikbud.

dil

 

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment