Banjarmasin, BARITO – EKSPEDISI Internasional Napak Tilas Tumbang Anoi Tahun 2019 akan digelar di Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Gunung Mas, Kalteng pada 20-24 Juli mendatang.
Ribuan warga Dayak dari berbagai provinsi hingga dunia termasuk Kalsel dipastikan menghadiri napak tilas rapat damai yang telah berusia 125 tahun itu
Tentu tak hanya sekedar napak tilas kemudian hanya jadi sebuah berita seremonial belaka.
Apalagi selain warga dayak biasa, acara juga dipastikan dihadiri para pimpinan daerah, tokoh nasional termasuk para intelektual yang berdarah dayak. Tentu acara itu akan melahirkan kesepakatan baru untuk menjawab kebutuhan suku Dayak dengan menyesuaikan kondisi kekinian.
Ada asa yang diharapkan masyarakat Dayak yang selama ini masih dianggap sebagai kaum yang marginal, di mana masih ada yang menyatakan bahwa Dayak adalah suku primitif dan terbelakang.”Persepsi suku Dayak identik kaum marjinal harus dirubah, sebab sama seperti suku lainnya di Indonesia, suku dayak memiliki potensi baik Sumber Daya Manusia (SDM) dan lingkungan “ tegas Ketua Dewan Pakar Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) Kalsel DR Fahriani MSI kepada Barito Post usai rapat FIDN Kalsel dalam rangka keberangkatan ke EKSPEDISI Internasional Napak Tilas Tumbang Anoi Tahun 2019, akhir pekan tadi.
Ketertinggalan masyarakat dayak selama ini beber Dosen Komunikasi FISIP ULM Banjarmasin ini
Kemungkinan hanya karena faktor struktural, dimana faktor kebijakan yang menyebabkan ketertinggala etnis dayak . Dimana menurutnya dalam konstetasi pemerintahan nasional pasca Pilpres usai, akan muncul putra-putra dayak mengisi jajaran kabinet baik di Pemerintahan Presiden Jokowi yang terpilih kembali memimpin Indonesia hingga pemimpin terpilih berikutnya. Oleh sebab itu sambung putra Dayak alumnus S1 dan S2 UGM ini, melalui spirit Tumbang Anoi harus ada hasil dan penguatan kelembagaan dayak yang dipresentasikan di tingkat nasional.
Acara ini (Napak Tilas Ekspedisi Tumbang Anoi harus diapresiasi oleh siapapun, kelompok manapun yang memiliki kepedulian tentang Dayak. “Rapat yang berlangsung di desa Tumbang Anoi dinilai sangat penting karena di tahun 1894 tokoh Dayak mampu melahirkan berbagai kesepakatan walau mendapat tekanan dari penjajahan Belanda. Kedepan Pemerintah harus berpikir ulang sudah saatnya putra putra Dayak ikut bagian dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan di tingkat Nasional “ tutup pria yang mengambil gelar Doktor nya di Unpad Bandung ini.
Ketua FIDN Kalsel Bujino A Salan SH MH didampingi Sekretaris Ahmad Sairani mengatakan dalam acara napak tilas itu FIND Kalsel akan mengirimkan sekitar lebih kurang 10 atau lebih anggota .
Tumbang Anoi menjadi tempat yang bersejarah bagi Suku Dayak karena di tempat itulah digelar Rapat Damai Suku Dayak pada tanggal 22 Mei s/d 24 Juli 1894. Saat itu, rapat akbar tersebut dihadiri sekitar 1.000 orang dari 152 suku Dayak yang ada di Pulau Kalimantan yang mencakup wilayah Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Rapat itu, antara lain menghasilkan kesepakatan untuk mengakhiri pertikaian sesama suku Dayak dan tradisi “mengayau” atau memenggal kepala manusia. Dengan adanya perjanjian itu maka terjalinlah persatuan dan persaudaraan antar suku-suku Dayak yang dulunya saling bermusuhan satu sama lain.
Mercurius