Terdakwa Gratifikasi dan TPPU, Mantan Bupati HST Abdul Latif Minta Putusan yang Seadil-adilnya

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read
H. Abdul Latif mantan Bupati HST periode 2016 - 2021 saat membacakan sendiri pembelaan atas tuntutan jaksa terhadap dirinya.

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Sidang lanjutan perkara gratifikasi dan TPPU dengan terdakwa H. Abdul Latif mantan Bupati HST periode 2016 – 2021
kembali digelar di pengadilan tipikor Banjarmasin, Rabu (6/9).

Dalam pledoi (pembelaan), selain penasehat hukum, nampak Abdul Latif yang hadir secara virtual dari Lapas Sukamiskin Bandung, membacakan sendiri pembelaannya.

Dalam pledoinya, terdakwa minta majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya.

“Dalam perkara saya ini banyak rekayasa yang telah dibuat penyidik KPK RI dengan Ketua Kadin Fauzan Rifani (terpidana) yang bersedia menjadi Justice collaborator (JS). Oleh karena itu saya berharap majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya,” ujar Abdul Latif.kepada majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak SH.

Justice collaborator merupakan seseorang yang juga berperan sebagai pelaku tindak pidana, tetapi yang bersangkutan bersedia untuk bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk memberikan kesaksian mengenai berbagai bentuk tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan terorganisir maupun kejahatan serius.

Baca Juga: Tumbuhkan Minat Baca Pelajar, Polresta Banjarmasin Bagikan Ratusan Buku di Sekolah Pinggiran dan Anak PA

Banyak lanjut terdakwa skenario yang dibuat untuk menjadikan dirinya sebagai tersangka. Salah satunya soal sumbangan para kantraktor untuk operasional Kadin namun diubah untuk dana taktis bupati.

Padahal lanjut dia, pengumpulan dana operasional yang dikumpulkan Fauzan Rifani telah jelas untuk dibagikan baik pada aparat penegak hukum, LSM, bantuan sosial dan kemanusian. “Tidak ada sedikitpun untuk keperuam pribadi saya,” bantah Abdul Latif.

Latif juga mengungkapkan soal penyitaan barang berupa kendaraan roda empat dan dua miliknya. Yang mana KPK RI telah menyita semua kendaraan miliknya termasuk kendaraan yang sudah dihibahkan baik untuk syiar Islam, diantaranya MUI, Muhammadiyah, serta anak yatim dan para janda.

“Anehnya penyitaan disertai dengan penetapan saya sebagai tersangka. Padahal untuk menetapkam seorang sebagai tersangka penyidik sedikitnya harus mengantongi dua alat bukti dulu,” bebernya.

Abdul latif juga menegaskan kalau semua kendaraan yang disita adalah hasil dari perusahaan yang dia miliki bukan korupsi. Hal itu bisa dibuktikan dari dokumen yang keterangan saksi yang menyatakan barang bergerak dan tidak bergerak itu dia beli jauh sebelum menjabat sebagai bupati.

Selain secara prbadi, penasehat hukum terdakwa dari Kantor Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis SH, MH juga membacakan pembelaan khusus untuk kleinnya.
Pada intnya pengacara senior yang cukuo populer di Indonesia yang hadir secara langsung di pengadilan tipikor juga meminta agar kliennya diberikan hukuman yang seadil-adilnya.

Baca Juga: Tiga Pelaku Pengeroyok Iluk di Warung Malam Batang Alay HST Berhasil Diringkus

Diketahui, dalam nota tuntutan yang dibacakan JPU KPK RI yang dikomandoi Ikhsan Fernandi SH, terdakwa dinyatakan terbukti bersalah. Jaksa menuntut terdakwa selama selama 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan serta uang pengganti Rp41.553.654.006 atau kurungan badan selama 6 tahun.

Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

Kemudian Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua.

KPK meyakini Abdul Latif telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TTPU) dalam kurun waktu 2016 hingga 2017 ketika menjabat sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah (HST).

“Dari fakta persidangan dan keterangan 73 orang saksi dan satu ahli, terdakwa terbukti telah melakukan gratifikasi dan pencucian uang,” ujar Fenandi.

Gratifikasi tersebut berupa setoran fee proyek dari kontraktor senilai Rp41 miliar lebih. Kemudian untuk TTPU, terdakwa menyimpan uang di bank atas nama orang lain serta membelanjakan untuk membeli aset dan barang-barang berharga.

Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment