Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Sidang dugaan penyelewengan pajak dengan terdakwa Sansugiharto Direktur Utama PT Berkat Sarana Buana (PT BSB) kembali bergulir di PN Banjarmasin, Selasa (29/10).
Pada sidang lanjutan, JPU Dimas Purnama Putra, SH nampak menghadirkan dua saksi untuk menguatkan dakwaannya.
Dibawah sumpah saksi Sunarko dari Kantor Dirjen Pajak Banjarmasin mengatakan, terdakwa tidak menyampaikan dan menyetorkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari tahun 2016. Sebagai juru sita dia lanjut saksi pernah menyampaikan surat panggilan penagihan ke rumah terdakwa sesuai alamat wajib pajak. Namun alamat yang dimaksud ternyata hanya rumah kosong. “Surat panggilan akhirnya kita titipkan di Kantor Kelurahan,” ujar saksi dihadapan majelis hakim yang diketuai Cahyono Riza Adrianto,SH.
Saksi juga mengatakan pernah ketemu terdakwa di kantor, namun dia tidak tahu apakah terdakwa melakukan klarifikasi atau tidak terkait tagihan pajak tersebut. Sebab untuk urusan Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah urusan seksi lain. Saksi juga menyebut tagihan PPN untuk terdakwa nominalnya yang dia ketahui sekitar Rp500 hingga Rp700 juta.
Sementara saksi lainnya Fahrizal yang bertugas melakukan pengawasan terhadap wajib pajak atas nama Sansugiharto sejak Januari 2024, mengaku tahu kalau terdakwa menunggak pajak dari tahun 2016 melalui sistem.
“Kalau setiap tahunnya berapa nunggaknya saya tidak tahu, yang menghitungkan sistem tidak ada manual,” ujarnya.
Ditanya salah satu anggota majelis hakim kapan pertama kali kasus terdakwa diproses, saksi mengatakan persisnya tidak tahu sebab itu (penunggakan) terjadi ditahun 2016. “Tapi waktu saya duduk Januari 2024 proses sudah berjalan. Berdasarkan data sejak 2019 sudah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan,” katanya.
Kembali dipertanyakan apakah pernah ada klarifikasi dari terdakwa soal pembayaran itu kemahalan atau bagaimana? “Kalau terdakwa ke kantor pernah, tapi apakah melakukan klarifikasi atau tidak saya tidak tahu. Yang saya tahu terdakwa cuma minta data pembayaran pajak,” ucap saksi.
Atas keterangan kedua saksi terdakwa yang dibolehkan hakim untuk melepaskan baju orengenya selama persidangan membenarkannya.
Disebutkan jaksa dalam dakwaan, sebagai pengambil kebijaksaan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan PT BSB, terdakwa dengan sengaja dari Januari 2016 hingga Desember 2016 tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Padahal jelas, PT BSB telah terdaftar sebagai Identitas Pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dalam kasus penggelapan pajak ini terdakwa oleh jaksa diancam melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PP Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU. Menimbulkan kerugian pada pendapatan negara setidak- tidaknya sebesar Rp. 588.516.711.
Selain tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dalam dakwaan kedua jaksa, terdakwa juga dikatakan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipotong/dipungut, Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Masa Januari 2016 sampai dengan Desember 2016.
Hal tersebut ujar jaksa bertentangan atau melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf i UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PP Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya