Banjarmasin, BARITO – Tiga komisi dan satu Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPRD Provinsi Kalimantan Selatan menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif dalam rapat paripurna internal dewan, Rabu (9/3/2022).
Rapat paripurna internal dewan dipimpin Wakil Ketua DPRD Kalsel Hj Mariana didampingi Wakil Ketua DPRD Kalsel Hj Karmila dengan penyampaian Raperda Inisiatif tersebut dari Komisi I membidangi pemerintahan dan hukum, Komisi III membidangi infrastruktur dan pembangunan, Komisi IV membidangi kesejahteraan masyarakat serta Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP Perda).
Komisi I menyampaikan Raperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat, Komisi III menyampaikan Raperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Air Limbah, Komisi IV menyampaikan Raperda Inisiatif tentang Perubahan Atas Perda Nomor 10 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan dan BP Perda menyampaikan Raperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Fasilitasi Pondok Pesantren.
Untuk Raperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat disampaikan Ketua Komisi I Hj Rachmah Norlias bahwa usulan Perda ini berjudul Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat karena keanekaragaman suku, agama, ras dan budaya Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Lanjutnya namun pada sisi lain, kondisi tersebut dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional apabila terdapat ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial dan ekonomi serta ketidakterkendalian dinamika kehidupan politik.
Ditambahkannya disamping itu transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing, karena itu kondisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan konflik, terutama konflik yang bersifat horisontal.
“Konflik tersebut terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis, seperti dendam, benci dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum,” ungkapnya.
Karena itu perkenankan kami menyampaikan sikap dan saran, 1. Kami bersikap usulan inisiatif Rancangan Perda tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2. Kami menyatakan bahwa Provinsi Kalsel memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan proaktif menciptakan kesejahteraan masyarakat dan 3. Dengan kerendahan hati kami mengharapkan agar dewan dapat mempertimbangkan dan menerima usulan Raperda tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat yang kami usulkan berbasis argumentasi hukum yang sudah disampaikan.
Sementara untuk Raperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Air Limbah yang disampaikan anggota Komisi III H Isra Ismail mengungkapkan salah satu masalah disektor kesehatan adalah air limbah, yakni buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik yang berasal dari industri maupun domestik (rumah tangga).
Dalam konteks air limbah domestik, lanjutnya dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah dihasilkan, seperti air kakus (black water domestik lainnya) dan air buangan dari berbagai aktivitas grey water, karena produksi limbah cair diproyeksikan akan meningkat seiring dengan pemindahan Ibukota Negara ke Kalimantan Timur, sehingga menjadikan Provinsi Kalsel sebagai pintu gerbang Ibukota Negara baru.
Disampaikannya memang masalah limbah cair ini khususnya lumpur tinja mulai dikelola melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru (regional), Kabupaten Tanah Bumbu, Tanah Laut, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Tabalong dan Hulu Sungai Utara (regional).
Namun berdasarkan data sementara, imbuhnya volume lumpur tinja yang diolah di IPLT sangat minim, sehingga 90 persen dari IPLT yang dibangun mengalami idle capacity. Selain masalah teknis lapangan belum optimalnya pengelolaan air limbah di Kalsel juga berkaitan dengan dasar hukum yang belum kuat dan berdasarkan hasil penulusuran awal, aturan tentang air limbah saat ini hanya berupa Peraturan Gubernur Kalsel Nomor 036 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Kalsel Nomor 04 Tahun 2007 tentang (BLMC) bagi kegiatan industri, hotel, Baku Mutu Limbah Cair restoran, rumah sakit, domestik dan pertambangan.
Ditegaskannya karena itu Komisi III DPRD Kalsel melakukan terobosan dengan cara berinisiatif melakukan kajian akademik sebagai dasar penyusunan Raperda tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Air Limbah di wilayah Provinsi Kalsel.
Sedangkan Raperda Inisiatif tentang Perubahan Atas Perda Nomor 10 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan yang disampaikan anggota Komisi IV H Athaillah Hasbi dalam penjelasannya menyampaikan bahwa usulan penyusunan Perda ini bermula dari aspirasi-aspirasi yang diserap kepada warga Kalsel, seperti standarisasi penghargaan bagi atlit dengan lebih mengutamakan kepastian hukum semisal Reward untuk prestasi bisa berbentuk beasiswa dan pekerjaan yang dijamin oleh aturan di level daerah serta adanya perubahan mendasar undang-undang yang mempayungi, tak kala DPR RI mengesahkan UU tentang Keolahragaan pada Selasa 15 Februari 2022. Walaupun undang-undang terbarunya belum tersedia di laman DPR, tapi sudah disahkan menjadi undang-undang yang mengikat umum dan tidak ada perdebatan mungkin atas inisiasi ini apabila dilandaskan dari aspek filosofis, aspek sosiologis dan aspek yuridis dikarenakan ketiganya secara kasat mata pun kita dapat menilai bahwa pentingnya rancangan Perda perubahan kali ini.
Athaillah kemudian menyampaikan sikap dan saran dari komisinya, 1. Kami bersikap usulan inisiatif Rancangan Perda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 10 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan pasti kewenangan provinsi, 2. Kami menyatakan bahwa Provinsi Kalsel memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan proaktif membangun atmosfer keolahragaan melalui perwujudan raperda inisiatif ini dan 3. Dengan kerendahan hati, kami mengharapkan agar dewan dapat mempertimbangkan dan menerima usulan Rancangan Perda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 10 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan yang kami usulkan berbasis argumentasi hukum yang sudah disampaikan.
Selanjutnya untuk Raperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Fasilitasi Pondok Pesantren yang disampaikan Ketua BP Perda H Hormansyah menjelaskan usulan raperda ini diajukan untuk mendukung dan memperkuat peran serta konstribusi pesantren di daerah Provinsi Kalsel, karena jumlah pesantren yang tersebar di wilayah Kalsel sangat banyak, maka agar penyelenggaraannya semakin terarah diperlukan instrument hukum yang tepat. Hal ini juga merupakan bagian untuk melembagakan aspirasi masyarakat di Kalsel mengenai keberadaan pondok pesantren.
Lanjutnya pihaknya juga mencermati berbagai ketentuan dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dinyatakan beberapa peran pemerintah daerah yang dapat dilakukan untuk memajukan pondok pesantren, salah satunya mengenai pendanaan.
“Karena itu diperlukan instrumen hukum yang bisa memperkuat peran pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan pondok pesantren di Kalsel,” sampainya.
Ditegaskannya pengaturan fasilitasi penyelenggaraan fasilitasi pesantren akan dipastikan untuk mengatur sesuai kewenangan pemerintah provinsi di bidang urusan pendidikan sebagaimana lampiran UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yakni pada manajemen pendidikan dan penetapan kurikulum muatan lokal pendidikan menengah dan muatan lokal pendidikan khusus serta terkait penerbitan izin pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat serta penerbitan izin pendidikan khusus yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Dipaparkannya Raperda tentang Penyelenggaraan Fasilitasi Pondok Pesantren akan mengatur tentang perencanaan, pembinaan dan pemberdayaan pesantren meliputi pembinaan pesantren, pemberdayaan pesantren, rekognisi atau pengakuan terhadap lembaga pesantren, afirmasi pesantren dan fasilitasi pesantren. Selain itu juga akan mengatur koordinasi dan komunikasi, partisipasi masyarakat, sinergitas, kerjasama dan kemitraan, sistem informasi, tim pengembangan dan pemberdayaan pesantren serta pendanaan.
Disebutkannya pengaturan tersebut akan dimasukan dalam pasal-pasal yang terdiri dari bab ketentuan umum, bab kebijakan umum, bab perencanaan, pelaksanan pengembangan pesantren, bab koordinasi dan komunikasi, bab partisipasi masyarakat, bab sinergitas kerjasama dan kemitraan, bab sistem informasi, bab tim pengembangan dan pemberdayaan pesantren dan bab pendanaan serta bab ketentuan penutup.
“Usulan raperda ini sudah pula kami lakukan koordinasi bersama Biro Hukum Setda Provinsi Kalsel, sehingga secara prinsipil raperda ini dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.
Usai mendengarkan pemaparan dari masing-masing pengusul raperda inisiatif ini, seluruh fraksi dewan yang berjumlah delapan fraksi dalam pemandangan umum dapat menerima usulan empat buaj raperda inisiatif ini untuk dilanjutkan ketahap berikutnya agar dilakukan pembahasan.
Penulis : Sopian