Banjarmasin BARITO – Dari Tahun 2021 hingga triwulan pertama Tahun 2022, di Kota Banjarmasin sudah ada tiga perkara asusila yang berujung vonis berupa kebiri kimia di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) selain hukuman pidana penjara dan denda
Vonis pertama yakni vonis kebiri kimia selama 2 tahun terhadap terpidana berinisial AM (46) yang dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin pada Rabu (23/6/2021).
Kedua, vonis kebiri kimia juga selama 2 tahun terhadap terpidana berinisial SY (48) dibacakan oleh Majelis Hakim PN Banjarmasin pada Kamis (12/8/2021).
Lalu yang ketiga, vonis kebiri kimia selama 1 tahun terhadap terpidana berinisial MRA yang dibacakan oleh Majelis Hakim PN Banjarmasin pada Senin (31/1/2022).
Menurut kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin, Tjakra Suyana Eka Putra melalui Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum), Roy Modino eksekusi hukuman kebiri kimia masih dalam proses untuk dilaksanakan.
Jaksa kata Roy tidak memiliki keahlian untuk melaksanakan sendiri eksekusi kebiri kimia, sehingga memerlukan koordinasi dengan tenaga kesehatan untuk melaksanakan eksekusi tersebut.
“Karena memang harus tenaga kesehatan yang melakukan. Kalau kami tidak punya keahlian untuk itu. Kami masih terus koordinasi dengan tenaga kesehatan yang berkompeten melakukan itu ujar Roy Kamis (14/4/2022).
“Mudah-mudahan bisa secepatnya,” tambaj Roy. , Para terpidana perkara tersebut sementara masih menjalani hukuman pidana pokok yaitu pidana penjara di Lapas Kelas IIA Banjarmasin.
Humas PN Banjarmasin, Febrian Ali mengatakan, Majelis Hakim tentu tidak sembarangan dalam menjatuhkan vonis kebiri kimia sebagai hukuman pidana tambahan.
Contohnya pada perkara asusila dengan vonis kebiri kimia selama 1 tahun terhadap terpidana berinisial MRA, dimana Febrian merupakan salah satu Anggota Majelis Hakim pemeriksa dan pengadil perkara tersebut.
Salah satu pertimbangan dijatuhkannya hukuman pidana tambahan kebiri kimia kata Febrian karena begitu besarnya dampak yang disebabkan terhadap korban yang masih di bawah umur.
“Alasannya karena adanya trauma terhadap korban, lalu ada penderitaan psikis yang mendalam. Apalagi terpidana ini meskipun merupakan orang tua tiri namun seharusnya menjadi orang yang melindungi korban,” ujar Febrian.
Penulis Mercurius