Banjarmasin, BARITO – Tim Hukum Paman Birin menantang Raziv Barokah, Tim Hukum Denny Indrayana, membuktikan pernyataannya di media massa dan medsos bahwa paslon 02 tak pernah mempergunakan data dan dokumen palsu ke MK. Sebelumnya Raziv menyatakan tak ada satupun data palsu yang digunakan pihaknya ke MK.
“Jangan banyak omong dan berkoar-koar di media doang. Cukup buktikan dalam proses hukum yang sebenarnya bahwa paslon 02 tak pernah mempergunakan data dan dokumen palsu ke MK. Mau mengelak kayak apapun juga percuma, hasil penyelidikan di Polda Kalimantan Selatan sudah jelas. Jadi gak usah berkelit-kelitlah. Hadapi saja proses hukum itu dengan gentle,” kata Rivaldi Guci, SH MH, Tim Hukum Paman Birin, Minggu (23/5/2021).
Rivaldi mencontohkan dugaan data palsu ke MK oleh Tim Hukum Denny berupa bukti pernyataan tertulis yang ditandatangani Komisioner KPU Banjar Abdul Muthalib tentang penggelembungan 5.000 suara. Ternyata Abdul Muthalib membuat surat bantahan resmi bahwa surat yang diajukan Denny tersebut telah mencatut namanya karena bukan tandatangannya.
Meski kemudian MK ternyata tetap menjadikan surat palsu Abdul Muthalib sebagai bahan pertimbangan memutuskan digelarnya PSU dan mengabaikan bantahan Abdul Muthalib. Tak terima, Abdul Muthalib pun melaporkan penggunaan dokumen plasu itu ke Polda Kalsel dan saat ini prosesnya sedang berjalan.
“Kalau memang surat Abdul Muthalib yang mereka jadikan bukti ke MK memang tidak palsu, hadirkan saja surat tersebut kehadapan penyidik Polda yang sedang memeriksa perkara tersebut. Jangan dihilangkan. Saat ini Polda Kalsel sedang menyidik laporan Abdul Muthalib, nah tunjukkan ke penyidik,” kata Rivaldi.
Terkait penggelembungan 5.000 suara untuk Paman Birin dan pengurangan 5.000 suara untuk Denny, Rivaldi menyatakan logika umum susah mencerna bagaimana cara melakukan kecurangan sebesar itu di lapangan.
“Kami tidak bisa mencerna bagaimana cara operasi dan eksekusinya di lapangan melakukan penambahan atau pengurangan 5.000 suara? Jumlah itu tidak sedikit. Kami yang terlalu bodoh atau Tim Hukum Denny yang terlalu pintar,” tambahnya.
Rivaldi kemudian mencontohkan dugaan data palsu lain ke MK berupa survei SMRC tentang 74% masyarakat Banjarmasin mencoblos karena uang yang juga dijadikan bukti Tim Hukum Denny menggugat ke MK.
“Bagaimana tidak palsu sedangkan Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas jelas-jelas menyatakan tidak pernah survei di Kalsel sepanjang tahun 2019 dan 2020. Saya lebih percaya penyataan Sirojudin yang orang SMRC. Kalau Tim Hukum Denny menyatakan data survei itu tidak palsu, buktikan melalui proses hukum dengan menghadirkan secara resmi pihak SMRC dengan data survei 74% itu,” paparnya.
Terkait tudingan penggelembungan 5.000 suara, Ahmad Sarwani anggota Fraksi Partai Nasdem DPRD Kabupaten Banjar, menyatakan tak ada penggelembungan.
Menurutnya, persoalan di Kab Banjar muncul berawal dari KPU Banjar yang melakukan regrouping atau pengerucutan jumlah TPS saat Pilkada. Misalnya Desa Madurejo yang sebelumnya terdapat 8 TPS, menjadi hanya 6 TPS. Namun muncul persoalan karena pengerucutan jumlah TPS ternyata tidak diikuti perubahan DPT oleh petugas Pantarlih menyesuaikan jumlah TPS yang dikurangi tadi.
Akibatnya warga yang di dusunnya tidak ada TPS dialihkan ikut mencoblos ke TPS terdekat lainnya. “Jadi semuanya legal karena KPU maupun Panwas turun tangan. Mereka harus bertanggungjawab menjaga agar semua warga terjamin hak konstitusinya,” papar Sarwani.
Ada 3 konsekuensi pemindahan warga tersebut:
1. Pertama, warga pemilih dari Dusun Gunung Janar yang TPS dihilangkan, tentu tidak terdaftar dalam DPT TPS Dusun Cubul yang merupakan TPS terdekat, sehingga mereka diizinkan ikut mencoblos dengan menunjukkan KTP.
2. 2. Jumlah surat suara di TPS Dusun Cubul menjadi berkurang karena ada tambahan pemilih dan harus diambilkan dari desa-desa lainnya. Persoalan inilah yang memunculkan tudingan adanya pemindahan surat suara.
3. 3. Saat usai penghitungan suara, wajar jika jumlah suara di TPS Dusun Cubul meningkat dan melebihi jumlah pemilih yang terdaftar di DPT TPS tersebut.
“Jika ada TPS yang suaranya mencapai 108% dari jumlah resmi DPT, menjadi wajar karena memang ada tambahan pemilih dari dusun yang tidak tersedia TPS,” kata Sarwani.
Nah, persoalan muncul saat dilakukan penghitungan suara di PPK tingkat kecamatan karena saksi pihak 02 (Denny-Difri) tidak mau menerima dan tanda tangan. “Padahal harusnya mereka juga tahu ada persoalan teknis penyelenggaraan di lapangan tadi,” kata Sarwani. (*/Editor Mercurius)