Banjarmasin, BARITO – Prestasi gemilang kembali diraih mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Bahkan kali ini bertaraf internasional, dengan menyabet tiga piala sekaligus dalam ajang Festival Tari Borneo 2018 yang berlangsung di Malaysia.
Keberhasilan mahasiswa dan mahasiswi dari Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) itu pun disambut gembira Rektor ULM Prof. Dr. Sutarto Hadi M.Sc, yang secara khusus mengundang Tim Tari ULM ke ruang kerjanya di Gedung Rektorat lantai 2, Jumat (9/11).
“Prestasi ini sudah menunjukkan mahasiswa ULM mampu berkarya dalam bidang seni yang diakui dunia internasional,” ucap Rektor.
Apalagi tiga gelar yang diraih, yakni masing-masing juara kedua kategori koreografi, juara kedua kategori musik dan tempat kedua untuk juara umum, tidaklah mudah. Tim ULM harus bersaing dengan peserta lainnya yang totalnya diikuti 13 perguruan tinggi dari Pulau Kalimantan (Indonesia), Malaysia dan Brunei Darussalam.
“Lomba ini sangat kompetitif dan membutuhkan kerja keras untuk bisa mengikutinya hingga berhasil membawa piala. Karena itu, patut diapresiasi,” tutur Sutarto.
Sang rektor pun menjanjikan bonus sesuai dengan aturan bagi mahasiswa yang bisa meraih juara di ajang internasional akan diberikan penghargaan dalam berbagai bentuk sebagai wujud apresiasi.
“Sekali lagi saya ucapkan selamat kepada tim tari yang telah membawa nama harum ULM di luar negeri. Ini pengalaman berharga dan semoga ke depan bisa menciptakan tarian lebih bagus dengan koreografer lebih fantastis lagi hingga terus meraih juara di setiap ajang yang diikuti,” katanya.
Sutarto mengakui, pengembangan kesenian di kampus jadi program sangat penting. Ke depan dia berharap ULM bisa lebih sering jadi tuan rumah untuk menggaungkannya.
“Dari segi sarana dan prasarana sekarang kita punya Lecture Theater yang sangat refresentatif untuk menggelar kegiatan seni yang besar,” jelasnya.
Sementara Ketua Tim Dra Hj Lisna Rahmawati mengucapkan terima kasih kepada rektor atas dukungan penuhnya kepada tim, baik dari segi pembiayaan maupun hal lainnya untuk mensupportm sehingga anak asuhnya bisa tampil maksimal di panggung pertunjukkan milik Universiti Putra Malaysia (UPM) Kampus Bintulu Sarawak, Malaysia yang jadi tuan rumah.
“Di kejuaran yang memasuki edisi ke-VII ini kita hanya kalah tipis nilainya dari Universitas Tanjungpura Pontianak yang jadi juara pertama,” beber Lisna.
Kabag Pengembangan Mahasiswa dan Alumni ULM ini mengakui, tekad kuat dari tim adalah kunci sukses mereka meraih juara.
“Perjalanan kita sangat melelahkan dengan membawa banyak peralatan dan kostum. Namun, saat tiba di bandara Malaysia, kita kompak semangat mengucapkan ‘bawa bulik (pulang) pialanya’,” ungkapnya.
Semangat yang kuat itu pun membuahkan hasil luar biasa dan jauh dari perkiraan sebelumnya. Karena, selama ini Tim Tari ULM hanya pernah satu kali meraih juara kedua untuk kategori kostum sewaktu even di Samarinda tahun 2016.
“Kami sangat bersyukur atas capaian ini dan insya Allah event berikutnya di tahun 2020 di Tarakan, Kalimantan Utara kami bersepakat meraih juara pertama,” pungkas Lisna dengan nada optimistis.
Persiapan Tim Tari ULM secara intensif untuk mempersiapkan konsep aksi panggung yang akan ditampilkan hanya satu bulan.
Di bawah arahan pelatih Koreografi Putri Yunita Permata Kumala Sari dan Budijaya Habibi, sepuluh penari yang terdiri dari lima pria dan lima wanita digembleng untuk bisa menampilkan pertunjukkan seni tari yang atraktif dengan sokongan musik, properti, tata lampu, tata rias dan kostum unik nan memukau.
Menurut Habibi, sang pelatih, aksi dari 10 penari yang terdiri dari Fitrian Nurrahman, Romi Hermawan, Jaylane Abdi, Shindu Tri Wiguno, I Wayan Santa Sasmita, Zahratun Nisa, Nurul Aulia Sinta, Nordina, Wini Fatmiati, dan Alfreida Anggreini Puteri berhasil menggetarkan panggung dengan tema tari “Darah Lambung Mangkurat”.
Spiritnya si Lambung Mangkurat menjadi mahapatih di Kerajaan Dipa. Digambarkan Lambung Mangkurat membantu Ratu Junjung Buih untuk memimpin kerajaan yang diterjemahkan ke karya tari.
“Kami mengadopsi pola penyajian wayang kulit yang hidup di Banjar, sehingga digunakan properti gunungan. Musiknya spirit gamelan Banjar. Sedangkan busana spirit Majapahit karena Lambung Mangkurat berasal dari Negeri Keling. Yang menjadi nilai plus, penari digambarkan sebagai prajurit gagah semua sehingga ada persamaan gender dari tarian baik pria maupun wanita,” paparnya. ant