Jika mau meneropong permasalahan secara lebih jauh, dengan mudah melihat pula permasalahan di Reserse. Proses kerja dari satuan yang merupakan andalan Polri ini hampir semua dikerjakan secara manual, minim dukungan teknologi informasi. Upaya menjadikan penyidik sebagai profesi yang tidak bisa dimasuki sembarang orang, antara lain melalui penerbitan sertifikasi, hingga kini tak jadi-jadi. Manajemen penyidikan juga dipenuhi praktik penundaan berlarut sehingga tak jelas batas waktu penyelesaian suatu kasus.
Sementara, dinamika dan tantangan yang akan dihadapi Polri makain berat dan beragam. Dampak pandemi Covid 9 sudah menimbulkan banyak persoalan baru, baik dibidang sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Sementara Polri sendiri harus menghadapi berbagai persoalan internal yang tak kalah berat. Misalnya adanya sejumlah ketentuan yang diskriminatif.
Sepintas terlihat sederhana tapi permasalahan yang dihadapi Polri bukan permasalahan sederhana. Sebab itu berbagai masalah yang dihadapi harus dapat diidentifikasi dengan tiga pendekatan, yakni what, why dan how, sehingga strategi penyelesaian masalah bisa tepat dan cepat. Dengan pendekatan why, bisa ditelaah kenapa hal itu terjadi dan kenapa harus cepat ditangani dengan tepat. Dengan pendekatan how, bisa ditelaah bagaimana menghadapi tantangan yang ada dan bisa memberi jawaban kepada jajarannya kenapa masalah itu harus ditangani dengan cepat dan tepat. Dalam pendekatan what, Polri dapat melihat tantangan yang akan dihadapi Polri bahwa masalah menjadi kompleks karena adanya masalah internal yang serius disamping masalah eksternal yang amat berat.
Masalah yang dihadapi Polri sekarang ini tidak bisa disamakan dengan era di tahun 1974-1978. Saat ini, bangsa Indonesia sangat berat menghadapi isu ideologi, agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme.
Adanya tantangan besar yang dihadapi Polri dalam menangkal radikalisme, ekstrimisme dan terorisme, mendorong Komnas HAM untuk mengadakan Focus Group Discussion (FGD) tentang peran Bhabinkamtibmas sebagai pintu awal pencegahan. Bhabinkamtibmas adalah Bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditempatkan didesa. Idealnya, setiap desa terdapat satu bintara. Saat ini, dari sekitar 50.000 desa, baru tersedia Bintara di 30.000 desa. Tantangan kedepan Polri dalam menghadapi era perubahan strategis, adalah melakukan penataan kedalam tubuh Polri, dan masyarakat wajib memberikan masukan seluas-luasnya.
Memang tidak semua tugas Kepolisian bisa dibuka dihadapan publik. Misalkan saja administrasi penyidikan oleh Satuan Reserse Polri, ada yang bisa dibuka secara umum dan tidak bisa dibuka kepada umum. Hal-hal yang bisa dibuka untuk umum, misalnya soal perkembangan penanganan perkara, minimal bagi para pihak yang terkait, atau pihak yang berkepentingan secara legal harus dapat mengakses perkembangan penyidikan itu. Dari sisi ini, harus diakui Polri banyak disorot. Terkait itu, Rencana dan Strategi (Renstra) Polri memberikan kontribusi penting diarah kebijakan dan menjadi pedoman-pedoman umum kebijakan dibawahnya. Koreksi atas renstra sebelumnya mutlak harus dilakukan agar lebih adaptif dengan perkembangan sosial masyarakat. Polri tetap menjadi penjuru utama Kamtibmas, sebagaimana amanah UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Polri sebagai pemegang amanah salah satu fungsi pemerintahan dibidang perlindungan, pelayanan dan pengayoman masyarakat, keamanan dan ketertiban masyarakat, serta bidang penegakan hukum.
Perkembangan demokrasi di Indonesia juga harus menjadi perhatian kebijakan strategis Polri, demokrasi adalah hak rakyat untuk menjadikan negara ini menjadi rumah rakyat. Tetapi tentunya kebebasan dalam demokrasi harus berdasarkan konstitusi dan UU yang berlaku. Banyak persoalan ketika kebebasan menjadi salah satu etika berdemokrasi, disitu ada perbedaan kepentingan, perbedaan politik. Untuk itu, Polri harus bisa menjadi alat perubahan sosial sesuai dengan peran dan fungsinya, sebagai amanah yang diberikan UU Kepolisian kepada Polri.
Ada batas yang tipis antara kebebasan dan pengaturan, keduanya seakan berbenturan, yang sejatinya pengaturan itu perlu, untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban sebagai warga negara. Apalagi secara demografi dan geografi, Indonesia merupakan negara besar, yang masyarakatnya multikultur dan multietnis, perlu peran negara yang kuat untuk mengatur hal tersebut. Elemen-elemen demokratis harus dipahami segenap anggota Polri dan menjadi bagian dari cara bertindak dalam menangani persoalan di masyarakat.
Peran komunitas dalam rangka turut memperkeil ruang gerak pelaku kejahatan mutlak dibutuhkan. Diera digital sekarang, kejahatan pun hadir dalam bentuk digital atau kejahatan Siber. Selama pandemi dapat dilihat masyarakat banyak menggunakan teknologi informasi untuk kegiatan-kegiatan sosial maupun masyarakat yang lain sehingga cukup meningkat, maka transaksi face to face pun menurun. Tingginya angka kejahatan tersebut tersebut sejalan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat menggunakan teknologi informasi selama pandemi. Secara rinci, kasus-kasus itu terdiri dari pencemaran nama baik mendominasi dengan 1.581 kasus; penipuan 1.158 kasus; dan akses ilegal 267 kasus. Jika dilihat secara tahunan, tren kasus tindak pidana siber juga terus meningkat yakni dari 2.609 kasus (2015), 3.110 kasus (2016), 3.109 kasus (2017), 4.360 kasus (2018) dan 4.585 kasus (2019).
Peneliti dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) Muhammad Okky Ibrohim dan Indra Budi memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi ujaran kebencian dan bahasa kasar yang di-cuit-kan oleh netizen Indonesia di Twitter. Hasil riset menunjukkan bahwa kombinasi fitur Word Unigram, Random Forest Decision Tree (RFDT), dan Label Power-set (LP) mampu medeteksi bahasa kasar dan ujaran kebencian yang terdapat di Twitter dengan akurasi 77,36 persen. Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dapat dimanfaatkan untuk investigasi kejahatan siber di Indonesia. Dari total 13.169 cuitan yang berhasil dikumpulkan dengan memanfaatkan Twitter Search API, tercatat 7.608 cuitan adalah bukan ujaran kebencian, dan 5.561 cuitan adalah ujaran kebencian.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) membentuk sebuah lembaga negara yang khusus menangani kejahatan siber (Cyber Crime), bernama Badan Siber Nasional (Basinas). Dalam struktur kelembagaan Basinas, Kemenko Polhukam melibatkan banyak unsur didalamnya termasuk Polri.
Kejahatan lain yang diperlukan kolaborasi bersama komunitas dimasyarakat seperti komunitas Motor atau Geng Motor, atau Club Motor. Metode ini selain memberikan ruang sempit bagi pelaku-pelaku pencurian motor juga disatu sisi memberikan edukasi kepada anggota komunitas motor yang berkaitan erat dengan adanya tertib berlalu lintas itu seperti apa.
Pelanggaran ketertiban lalu lintas di Indonesia semakin memprihatinkan, tercatat telah terjadi ribuan kasus kecelakaan. Pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi yaitu, tidak memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak membawa Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak memakai helm standar SNI bagi pengemudi dan pembonceng motor, melanggar lampu lalu lintas, melanggar Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), menggunakan HP/SMS saat berkendaraan, tidak memiliki spion, klakson, lampu depan dan belakang, dan lainnya.
Pelanggaran yang sering terjadi didominasi oleh para pengendara bermotor. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya pelanggaran lalu lintas, diantaranya ketidaktahuan pengendara tentang aturan lalu lintas, ketidak sadaran para pengendara berlalu lintas dengan santun, ketidaksadaran berlalu lintas juga dapat dilihat dari model pengendara motor yang tergabung dalam komunitas club motor. Maraknya komunitas atau perkumpulan yang mengatas namakan sebagai club motor menimbulkan gengsi antar individu menyebabkan munculnya dampak pelanggaran ketertiban berlalu lintas para anggotanya. Dampak pelanggaran yang sering terjadi dalam club motor adalah masih ditemukannya anggota yang belum mematuhi aturan yang berlaku, contohnya masih memakai satu spion, dan penggunakan knalpot bersuara keras. Permasalahan ini bertentangan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang berisi aturan dalam sebuah club motor. Realita yang terlihat mengisyaratkan bahwa komunitas motor atau club motor kadang melakukan pelanggaran berlalu-lintas. Namun demikian, masih ada beberapa komunitas atau club motor yang mengedepankan aturan dalam berkendaraan.
Kompol Yusriandi Y, SIK, M.MedKom selaku Serdik Sespimmen Polri Dikreg ke 61 mengungkapkan, pada upaya deteksi dini yang mengarah pada gangguan Kamtibmas, disinilah peran Intelejen. Peran intelijen keamanan dalam melakukan deteksi dini terhadap perkembangan gangguan Kamtibmas. Intelkam Polri yang berperan dalam memberikan deteksi dini terhadap setiap gejolak yang mungkin dapat terjadi dimasyarkat yang dapat menggagu situasi Kamtibmas, seumpama dalam penyelenggaraan Pilkada, dimana gangguan kamtibmas dapat berpengaruh terhadap pembangunan bangsa.
Proses deteksi dini intelkam Polri dilakukan tidak semata-mata dengan produk informasi yang seadanya tetapi melalui berbagai tahap pengolahan data-data dan juga menggunakan analisis yang mendalam sehingga menghasilkan informasi yang akurat. Informasi yang ada dibuat dalam bentuk produk-produk intelijen yang disajikan kepada pimpinan guna memberikan masukan kepada pimpinan untuk membantu menentukan kebijakan yang akan diambil untuk mengantisipasi gangguan Kamtibmas. Kebijakan pimpinan yang berhubungan dengan antisipasi gangguan Kamtibmas sangat berguna untuk menciptakan Kamtibmas yang kondusif, dengan diteksi dini tersebut pimpinan dapat menentukan langkah kebijakan yang tepat, dengan ketepatan kebijakan tersebut sehingga dapat terpelihara lingkungan kamtibmas sesuai dengan tugas pokok Polri.
Dalam hal penugasan didaerah operasi terutama didaerah Pilkada yang rawan konflik, Intelkam juga belum bekerja dengan maksimal sehingga keberadaannya untuk memulihkan keamanan menjadi tidak maksimal pula. Penanganan permasalahan didaerah Pilkada yang rawan konflik tidak dapat dilakukan oleh Intel saja maupun Polri secara umum akan, tetapi perlu melibatkan instansi terkait, sehingga dapat dilakukan secara bersama sesuai fungsi masing-masing instansi dalam memulihkan keamanan.
Dalam penanganan daerah Pilkada yang rawan konflik untuk dapat memulihkan keamanan baik konflik vertikal maupun horizontal memperhatikan dan melibatkan potensi masyarakat yang ada serta bekerja secara terpadu baik antara fungsi maupun instansi terkait. Dalam memberdayakan
unit Opsnal Intelikam yang handal dilapangan dalam pelaksanaan tugas perlu dibekali kemampuan tambahan terutama dibidang pengetahuan Ipoleksosbudkam serta pengetahuan kejahatan-kejahatan yang sedang berkembang dewasa ini. Membentuk URC Intel sehingga dapat ditugaskan dalam kasus-kasus kantijensi (sewaktu-waktu muncul), yang mempunyai kemampuan mobilitas tinggi dengan personil yang utuh pada setiap melakukan misi tertentu, karena URC sudah merupakan satuan yang utuh baik personil, sarana prasarana yang akan ditugaskan karena misi khusus. URC Intelijen dibentuk secara berjenjang dari tingkat Mabes sampai tingkat Polda maupun Polres dengan struktur kerja yang khusus.
Dapat disimpulkan, kemampuan tambahan yang harus dimiliki anggota Intel dilapangan
terutama didaerah pilkda yang rawan konflik kemampuan inovasi yang tinggi terutama pertama, kemampuan untuk dengan segera mengenali lingkungan/penyesuaian diri agar tidak menjadi sasaran lawan. Kedua, kemampuan untuk mengindentifikasi masalah terutama masalah konflik Vertikal/Horizontal dan kriminal lainnya. Ketiga, kemampuan perorangan seperti survival karena wilayah yang dihadapi kebanyakan pegunungan dan desa-desa. Keempat, kemampuan bahasa, karena masyarakat yang dihadapi sangat homogen sehingga sulit untuk menerima masuknya orang baru. Kelima, Kemampuan bersosialisasi yang tinggi terhadap lingkungan kerja maupun diluar lingkungan kerja untuk memperoleh banyak informasi.
Serta Kegiatan Intelijen dilakukan melalui beberapa tahapan sebelum pelaksanaan sesuai dengan siklus Intelijen dari tahap perencanaan sampai dengan tahap penyajian, untuk itu perlu kendali dalam pelaksanaan tersebut. Kendali dari kegiatan tersebut berdasarkan UUK rencana yang telah dibuat seperti kegiatan Intel selalu dikendalikan oleh agen pengendali, agar tidak menyimpang dari sasaran yang telah ditentukan.
Setiap melakukan kegiatan tidak terlepas dari UUK dan bargas yang telah dibuat oleh unit yang nantinya akan dilakukan secara perorangan. Kendati yang lain ada pada pelaporan yang dibuat oleh masing-masing anggota, sebagai evaluasi apakah benar-benar melakukan tugas. Kendali juga ada pada produk yang dihasilkan serta pada Brifing dan Debrifing kepada setiap anggota. (*)