Upaya Preemtif Korlantas Polri Dan Kemenhub Menekan Tingginya Angka Laka Lantas Karena Human Error

by baritopost.co.id
0 comments 8 minutes read

Dari seluruh kecelakaan yang terjadi dijalan raya, faktor kelalaian manusia dalam berkendara (human error) memiliki kontribusi paling tinggi, yaitu mencapai 80-90 persen. Sisanya merupakan faktor dari ketidaklaikan sarana kendaraan (5-10 persen) dan kerusakan infrastruktur jalan (10-20 persen). Berdasarkan data Korlantas Polri tentang kecelakaan di Indonesia tahun 2020, tercatat sebanyak 100.028 kejadian kecelakaan yang mengakibatkan 113.518 korban luka ringan, 10.751 korban luka berat, dan 23.529 korban meninggal dunia. Kementerian Perhubungan RI menyebut korban kecelakaan berlalu lintas dijalan raya selama 2020 didominasi oleh usia produktif antara 20 sampai dengan 29 tahun.

Termasuk wadah penyaluran hobi, laboratorium road safety, test drive, kompetisi safety riding/driving, penyelenggaraan seminar dan pameran teknologi road safety dan tempat belajar bagi para calon pengemudi.

Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 14 butir b Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No.4168) disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Kepolisian Negara Republk Indonesia bertugas menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan. Maka berdasarkan pasal tersebut salah satu tugas Lembaga Kepolisian adalah menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan, hal ini terkait dengan bagaimana cara penanganan apabila terjadi pelanggaran lalu lintas, karena hal itu sangat mempengaruhi pada pemberian efek jera kepada si Pelanggar dan masyarakat yang lain.

Namun segala bentuk upaya yang dilakukan baik melalui sosialisasi mengenai aturan-aturan lalu lintas serta sanksi yang diterima oleh masyarakat apabila melakukan pelanggaran lalu lintas, hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlu menindak dengan tegas aparat yang tidak melaksanakan tugasnya dengan jujur dan penuh tanggung jawab, karena jika kita kembali kepada teori yang mengatakan bahwa seberapa bagusnya suatu peraturan perundang undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan.

Salah satu cara ampuh untuk menekan kecelakaan lalu lintas di Indonesia ialah dengan memberikan edukasi. Pasalnya, dengan edukasi yang intensif dan tepat sasaran mampu membangun budaya tertib berlalu lintas dijalan kemudian bisa menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan. Oleh karena itu, pihak Korlantas Polri bertekad untuk membangun Indonesia Safety Driving Center (ISDC) yang sesuai dengan amanat Undang Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UULLAJ) Nomor 22 Tahun 2009.

Kecelakaan lalu lintas (lalin) kerap terjadi karena kesalahan manusia atau human error. Masih sering terjadi kecelakaan lalu lintas akibat human error, selain itu juga faktor pengemudi yang belum mengenal karakter jalan yang dilaluinya. Sebanyak 85 persen kecelakaan dijalan raya terjadi karena kesalahan manusia atau human error. perilaku pengemudi yang berkeselamatan merupakan faktor terpenting keselamatan di jalan raya, karena pengemudi merupakan pelaku yang paling menentukan keselamatan berkendara di jalan.

Keselamatan berkendara haruslah dimulai dari diri sendiri. Hal ini sesuai dengan 5 pilar peningkatan keselamatan lalu lintas angkutan jalan. Adapun 5 pilar tersebut terdiri dari, peningkatan management keselamatan lalu lintas jalan (safer management), peningkatan jalan yang berkeselamatan (safer road) dan peningkatan kendaraan yang berkeselamatan (safer vehicle). Dari 5 pilar itu yang paling penting itu adalah safer people. Mau se-safety apa pun kendaraannya tetapi jika pengemudinya tidak mau mengikuti aturan, maka kecelakaan berisiko terjadi.

Toleransi dalam berlalu lintas itu penting. Toleransi disini maksudnya lebih peduli kepada sesama pengguna jalan, serta mengetahui akibat dari perbuatan kita yang lalai dalam mengikuti aturan dijalan. Pengemudi kendaraan dituntut pula untuk sadar dan bisa me-manage waktunya dengan baik dan bertanggungjawab. Ini perlu agar pengemudi tidak memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi karena tertekan untuk cepat sampai ditempat tujuan.

Pelaku kecelakaan lalu lintas sering terjadi pada pengemudi berusia produktif (17-35 tahun). Perubahan mental pada generasi ini perlu dilakukan karena biasanya pada usia mudalah mereka memiliki mental state tidak mau kalah, cepat emosi dan ingin menjadi yang terbaik di antara teman-temannya. Dengan banyak orang tua yang dengan mudahnya memberikan kendaraan roda dua untuk anak mereka yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Memberikan anak SMP kendaraan sama saja memberikan tools kepada mereka untuk bunuh diri. Orangtua pun harus ingat dan tahu akan hal ini. Banyak orang tua melakukan itu karena tidak mau repot mengantar anaknya ke sekolah. Padahal, seharusnya orangtua baru boleh memberikan kendaraan bermotor kepada anaknya di usia 17 tahun, umur saat mereka sudah bisa membuat Surat Ijin Mengemudi (SIM).

Human error, merupakan faktor dominan penyebab laka lantas, namun ada faktor lain yang dapat menimbulkan laka lantas. Salah satunya, seperti kendaraan yang tidak layak jalan. Human error’ merupakan faktor dominan penyebab laka lantas, namun ada faktor lain yang dapat menimbulkan laka lantas. Salah satunya, seperti kendaraan yang tidak layak jalan.

Lalu mengapa penting untuk memahami makna dari faktor penyebab human error ?

Jawabannya ada dua. Pertama, desain yang tepat (baik desain proses atau item perangkat keras) dibuat, sebagian besar, dengan pemahaman tentang.
Setiap potensi efek yang tidak diinginkan dalam mengoperasikan atau mempertahankan proses dibidang manufaktur, transportasi, menyimpan dan menggunakan item perangkat keras. Kesalahan manusia dan faktor penyebabnya yang dapat mengaktifkan dampak tidak diinginkan ini.

Kedua, tanpa pemahaman tentang faktor penyebab kesalahan manusia, ada potensi lebih besar untuk analisis akar masalah (problem solving) terpotong pada titik di mana hanya hal-hal yang perlu dikoreksi diidentifikasi, daripada menganalisis lebih lanjut ke titik mengidentifikasi perilaku. Sebagai contoh, koreksi dapat dilakukan untuk rencana pemeliharaan dan pemeriksaan terpadu dengan spesifik atau koreksi dapat dilakukan untuk satu set rencana mempunyai karakteristik sama atau serupa, tetapi koreksi atau koreksi seperti itu akan tidak mencegah rencana baru disiapkan dari memiliki karakteristik menyimpang serupa. Perbaikan dalam rencana baru dapat terjadi hanya dengan peningkatan perilaku para perencana.

Kompol Yusriandi Y, SIK, M.MedKom selaku Serdik Sespimmen Polri Dikreg ke 61 mengatakan, kesalahan manusia/Human Error tidak akan diatasi kecuali kita dapat benar-benar mengidentifikasi apa yang menyebabkan terjadinya kekeliruan manusia. Jika menghilangkan atau “memperbaiki” individu yang sebenarnya mengatasi atau berpotensi mengurangi kemungkinan membuat kesalahan itu lagi, maka menyikapi itu akan efektif. Jika ketika kita menantang diri sendiri, Anda tidak dapat memastikan secara pasti bahwa ini akan memperbaiki masalah, campur tangan dengan individu hanya akan menimbulkan pertanggungjawaban kepada organisasi dan akan berakhir ditempat yang sama dengan diawal, mencoba untuk memperbaiki kesalahan yang sama dari orang lain.

Berdasarkan analisis Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada peristiwa kecelakaan angkutan publik yang terjadi dalam kurun 2014-2018, setiap kecelakaan disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor yang paling dominan adalah perilaku pengemudi yang memacu kecepatan melebihi batas atau melanggar aturan lalu lintas, kendaraan yang tidak laik jalan, hingga pengaruh cuaca dan kondisi geometri jalan. Hingga saat ini, angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih terbilang tinggi. Tak jarang, kecelakaan itu melibatkan kendaraan besar seperti bus dan truk. Sebabnya pun beragam, mulai dari kesalahan teknis, persoalan infrastruktur, hingga human error. Hal ini pun terus disoroti oleh Komisi Nasional Keselamatan transportasi (KNKT).

Investigator Senior KNKT, Ahmad Wildan, mengatakan, kecelakaan itu kerap terjadi karena minimnya penerapan sistem manajemen keselamatan (SMK) angkutan umum. Perlu sinergi antara pemerintah, pengusaha transportasi, teknisi, dan pengemudi angkutan umum sehingga SMK mampu diterapkan dengan optimal. Oleh karena itu, dalam SMK, terdapat dua hal utama yang ditekankan, yakni proses manajemen risiko dan proses jaminan keselamatan. Dalam proses manajemen risiko, seluruh stakeholder perlu untuk melakukan inspeksi kelayakan kendaraan, pengemudi, muatan, infrastruktur jalan, dan penanganan dalam kondisi darurat. Pabrikan atau agen pemegang merek (APM) juga harus aktif memberikan peran dalam menyampaikan product knowledge. Mengingat, APM adalah pihak yang paling mengerti beragam seluk beluk soal teknis kendaraan yang dipasarkan.

Pelayanan Kepolisian dapat dianalisa dari proses pelayanan kinerja Polri dalam penyediaan surat-surat penting yang dibutuhkan masyarakat salah satunya pelayanan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM). SIM dibuat atau diterbitkan sebagai upaya kepolisian untuk mengatur lalulintas dijalan dengan melakukan seleksi terhadap kepemilikan SIM, diharapkan pengguna kendaraan memiliki kemampuan dan pemahaman yang cukup, sehingga tidak membahayakan orang lain ketika mengemudi. Namun pada kenyataannya masih banyak pengendara yang tidak memiliki SIM. SIM berfungsi sebagai registrasi pengemudi kendaraan bermotor yang memuat keterangan identitas pengemudi. SIM juga sebagai data registrasi yang digunakan untuk kepentingan penyelidikan kepolisian. Dapat pula dipakai untuk mendukung kegiatan penyidikan dan identifikasi forensik.

Dengan tegas dikatakan, setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM peraturan ini tercantum pada Pasal 18 (1) UU No. 14 Th 1992 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan, bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor diwilayah wajib memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM).

Sanksi berupa denda atau kurungan ini sudah tertulis pada Pasal 281 di UU Nomor 22 Tahun 2009 yang berisi. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dijalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta.
Namun perlu diketahui, kalau ada perbedaan sanksi antara tidak memiliki SIM dan tidak membawa SIM. Hal itu sudah tertuang dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ pasal 288 ayat (2) disebutkan mengenai kewajiban menunjukkan SIM bagi setiap pengendara kendaraan bermotor. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dijalan yang tidak dapat menunjukkan SIM yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00. Sementara itu, jika pengendara kendaraan bermotor yang belum mempunyai SIM akan dikenakan sanksi yang lebih berat.
Menekan angka kecelakaan lalu lintas juga salah satunya menggandeng Komunitas Motor sebagai pelopor keselamatan berkendara. Kepada komunitas motor diberikan materi diantaranya adalah cara aman berkendara, materi tentang cara aman dan selamat berkendara sesuai UU nomor 22 tahun 2009 tentang UULAJ dan mempraktekan berkendara yang baik dan benar. (*)

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment