Banjarbaru, BARITO
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel tetap memperjuangkan Pegunungan Meratus melalui jalur hukum. Setelah gugatannya kandas di PTUN Jakarta Timur, Walhi Kalsel kemudian melakukan upaya hukum banding ke PT TUN terhadap putusan PTUN Jakarta Timur tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengungkapkan, karena alasan pengajuan upaya hukum banding karena Indonesia adalah negara hukum. Kemudian karena putusan PTUN adalah tak dapat diterima, atau niet ontvankelijke verklaard (NO), maka artinya berkas gugatan sebenarnya belum masuk atau belum diperiksa oleh majelis hakim. Maka pihaknya melakukan banding dan masih menunggu putusan banding sebelum melakukan upaya lainnya.
“Kami (mengajukan upaya hukum,red) banding. Adanya eksaminasi putusan hakim yang diselenggarakan hari ini tujuannya kita ingin mendapat analisa kritis dari pakar hukum diluar pengadilan. Bahwa para pakar mengatakan bahwa berarti substansi kasus atau gugatan belum masuk (belum diperiksa hakim, red) dan memang harus ditempuh ke jalur hukum,” jelas Kisworo kepada wartawan di sela Dialog Eksaminasi Putusan PTUN Jakarta No 47/G/LH/2018/PTUN-JK, Sengketa antara Walhi Kalsel melawan Menteri ESDM dan PT MCM, Selasa (11/12) siang di salah satu ruang rapat hotel di Jalan A Yani Banjarbaru.
Dialog menghadirkan narasumber yakni Profesor Hadin Muhjad, DR Masdari Tasmin dan DR Nurul. Tiga akademisi bidang hukum itu diminta pendapat dan analisis terhadap gugatan Walhi dan putusan PTUN Jakarta Timur.
Kisworo mengatakan, selain mengajukan banding, pihaknya juga melaporkan kasus ini ke Komisi Yudisial (KY). Tujuannya agar KY turut mengawasi hakim dalam bersidang dan agar hakim lebih fokus dalam memberikan keadilan.
“Salah satu perjuangan yang dilakukan oleh Walhi adalah jalur hukum dan pengadilan ini memang salah satu yang ada di negara kita. Walaupun tidak bisa menjawab (rasa keadilan, red). Maka Walhi selalu mendorong agar ada peradilan khusus untuk pengadilan lingkungan. Karena peradilan umum ini selalu tidak menjawab permasalahan kejahatan di sektor lingkungan dan pengelolaan carut marut pengelolaan sumber daya alam,” tandasnya.
Lebih lanjut Kisworo menuturkan bahwa pihaknya sudah menyampaikan berbagai fakta dalam berkas gugatan. Putusan PTUN Jakarta Timur itu, kata dia, akan berdampak bagi lingkungan.
Karena, tegasnya, Pegunungan Meratus merupaka rimba terakhir dan hulu dari sungai-sungai di Kalsel. Selain itu ada suku Dayak Meratus dan pegunungan yang merupaka paru paru dunia.
“Kita sudah sampaikan hal itu dalam gugatan. Tetapi hakim PTUN Jakarta menyatakan tidak berwenang mengadili. Padahal jalannya sidang sudah 8 bulan. Seperti diketahui , SK Menteri ESDM keluar 4 Desember, kami gugat ke PTUN pada 8 Februari. Kemudian sidang setiap minggunya dan 13 Juli sidang ditempat di Desa Nateh. Majekis hakim hadir dan panitera. Kemudian 22 Oktober lalu keluar putusan . Maka kami banding,” bebernya.
Seperti diketahui, Walhi Kalsel menggugat SK (Surat Keputusan) Menteri ESDM ke PTUN Jakarta .SK menteri itu terkait pemberian izin untuk PT Mantimin Coal Mining (MCM) untuk melakukan penambangan batu bara di Kabupaten Balangan, Tabalong, dan Hulu Sungai Tengah.
Setelah beberapa kali sidang, majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta timur memutuskan gugatan Walhi Kalimantan Selatan kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) soal izin pertambangan PT Mantimin Coal Mining (MCM), tak dapat diterima, atau niet ontvankelijke verklaard (NO). Putusan tak dapat diterima dengan alasan gugatan mengandung cacat formil. Gugatan yang sudah masuk sekitar 8 bulan itu tidak ditindaklanjuti hakim untuk diperiksa dan diadili.tya