Wartawan Harus Berikan Informasi Covid-19 yang Akurat ke Publik

Banjarmasin, BARITO – Anggota Dewan Pers Jamalul Ihsan meminta jurnalis memberikan informasi yang palit kepada publik, dan bekerja profesional. Apalagi saat ini masyarakat membutuhkan informasi Covid-19. “Sejak pandemi Covid-19 ini, ternyata publik butuh informasi akurat soal bagaimana pelanggaran protokol kesehatan (prokes), pencegahan corona, vaksin dan obat Covid-19, serta lainnya yang menyangkut keberadaan Covid-19 di daerah kita,” ujar Jamalul Ihsan dalam diskusi yang digelar BBC Media Action dan Dewan Pers menghadirkan Kasubdid Sosialisasi Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Dr Ir Dwi Listyawardani, Anggota Dewan Pers Jamalul Insan, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Mohammad Bakir dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dr Dewi Puspitorini Sp.P (K) MARS MH, yang dipandu Ketua Tim Kerja FJPP Agus Sudibyo.
Menurutnya, wartawan harus juga memberikan contoh dalam perubahan perilaku. “Memang pekerjaan jurnalis sehari-hari memberikan informasi ke publik, dan publik butuh informasi itu, khususnya saat pandemi Covid-19,” tuturnya.

Kemudian, sambungnya, ada kontrol dan penilaian dari lembaga seperti PWI, AJI, IJTI, dan Dewan Pers terhadap informasi yang disajikan. “Jurnalis memberikan kesempatan memberikan informasi untuk dinilai, demi kepentingan publik,” ucapnya dalam kegiatan bertajuk “Mengarusutamakan Perubahan Perilaku untuk Menyelamatkan Masyarakat dari Pandemi Covid-19”.

Dalam memberikan informasi itu, sebutnya, jurnalis bisa melakukan kritik, dan koreksi, jika tidak terkait kepentingan publik. “September dan Oktober sangat banyak masyarakat mencari informasi kasus positif corona. Ya, pesan pentingnya adalah digelorakan dan kata kunci untuk mencegah corona,” katanya.

Sehingga tukasnya, menjadi kewajiban jurnalis sebagai agen perubahan untuk hidup sehat, dengan perubahan perilaku disaat pandemi Covid-19 dan seterusnya.

Melalui tim Kerja FJPP yang dikembangkan Dewan Pers dan Satgas Covid-19, tujuannya para jurnalis garda terdepan dalam pencegaham Covid-19 dan perubahan perilaku.

Sedang Dewi Puspitorini dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) mengatakan 3M (Pakai Masker, Cuci Tangan, dan Jaga Jarak) harus dilaksanakan secara ketat. Sebab itu, dibutuhkan figur yang dituakan di dalam suatu daerah untuk memberikan contoh dalam melaksanakan 3M. “Mereka butuh orang yang sudah dituakan, sebab akan lebih patuh. Kalau orang baru seperti Satgas Covid-19, mereka paling patuh pada saat sosialisasi, setelah itu tidak akan menggunakan 3M lagi,” katanya.

Bahkan, Ia mengingatkan sebagai bentuk kepedulian saat Pilkada 2020, penyenggara KPU harus memberikan sosialisasi untuk calon kepala daerah dan pendukung kerumunan massa untuk patuhi 3M. “ Intinya 3M harus benar. Selama pegang masker maka harus cuci tangan. Jangan sampai terbuka hidung saat pakai masker. Lalu jangan kucak-kucak mata, sebab tidak steril, maka harus dicuci tangan lagi dan patuhi 3M,” katanya.

Kasubdid Sosialisasi Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Dr Ir Dwi Listyawardani, mengungkapkan, virus Covid-19 ada dimana-mana apalagi ada orang reaktif dan positif. “Jadi harus taati 3M,” imbuhnya.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari mengakui, keselamatan wartawan sangat diutamakan sebelum melakukan peliputan Covid-19. “Artinya wartawan yang mendapat penugasan peliputan Covid-19 harus lebih lengkap SOP-nya,” kata Atal S Depari.
Atal memastikan, banyak wartawan Indonesia yang terkena Covid-19 dan di daerah juga sangat banyak positif. Namun, tidak terdata secara detail, bahkan ketika wartawan yang terkena positif corona, namanya tidak keluar atau dirahasiakan, sehingga kita tidak bisa mengetahui wartawan mana yang terkena positif Covid-19.

Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas mengatakan, pihaknya menerapkan prokes sangat ketat. Dengan pelindung diri lengkap seperti masker, hand saniteser, cuci tangan dengan sabun, dan jaga jarak.

“SOP-nya dalam bentuk tertulis dan keselamatan utama. Jika wartawan ada tugas ke daerah maka setelah pulang masuk kantor harus dilakukan tes antigen dan tes swab. Jadi harus karantina di rumah dulu, beberapa hari kemudian bisa masuk kantor. Tentu, yang bisa mengetahui apakah berbahaya atau tidak untuk keselamatan wartawan, maka hanya wartawan itu sendiri yang bisa merasakannya,” imbuhnya.

Penulis: Afdi

Related posts

Calon Rektor Uniska Zainul dan Aam Adu Gagasan Wujudkan Kampus Unggul

Kalsel Zona Hijau, FKPT Tetap Waspada Terhadap Ancaman Terorisme

Rektor UNUKASE Hadiri Bedah Buku KH Hasyim Asy’ari di Jelang Kongres Muslimat NU XVIII