Wayang Banjar Yang Terlupakan, Sekdako Prihatin

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Wayang pernah menjadi salah satu hiburan yang dinantikan oleh masyarakat Banjar. Kini, pementasan wayang sudah jarang terlihat. Selain itu, regenerasi pedalangan juga sudah semakin minim.

Tidak banyak generasi muda saat ini (Milenial dan Gen Z) yang berminat menjadi dalang wayang. Meski demikian, di beberapa tempat masih ada yang berusaha untuk melestarikan salah satu warisan budaya Indonesia ini.

Di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan sudah cukup lama tidak ada menggelar pertunjukan wayang.

Memang banyak faktor mengapa wayang ini kurang diminati oleh generasi milenial bila dibanding dengan kesenian peninggalan bahari lainnya seperti tari-tarian dan yang lainnya.

Lalu apa komebtar para pedalangan wayang di daerah terkait pelestarian wayang.

Menurut Wijaya Kasuma, Pedalangan Wayang Banjar ini tak menampik bahwa pertunjukan wayang sudah hampir sulit ditemui. Beberapa tahun ini juga ia sudah tidak pernah lagi melakukan pertunjukan.

Baca Juga: Tanamkan Sikap Cinta Tanah Air dan Bela Negara ke Peserta Didik SMAN 1 Kusan Hilir

Yang memprihatinkan lagi, ia belum mendapatkan penerus pedalangan wayang ini sebagai pewaris kebudayaan agar bisa dilestarikan.

“Saya belum mendapatkan penerus dalang wayang ini dan secara intens saya memang belum pernah mengajarkan,” katanya saat dihubungi via Whats App, Jumat (4/11).

Dalang Muda berusia 43 tahun ini, sadar bahwa wayang kurang diminati oleh genarasi sekarang. Pasalnya, pelaksanaanya yang memakan waktu dan hanya cerita wayang juga hanya berpedoman pada kitab mahabrata dan Ramayana.

Sebenarnya ia berkeninginan, wayang dipentaskan dengan pertunjukan sederhana dan singkat. Sehingga bisa diminati semua kalangan usia dan durasi waktunya lebih pendek.

Ia menyebutnya sebagai wayang kreasi. Namun sesekali bisa saja dilaksanakan wayang dengan versi aslinya.

“Bisa saja kita buat wayang kreasi sebagai daya tarik masyarakat khususnya para milenial, mungkin pelaksanaannya dua jam sudah selesai,” bebernya.

Ia juga berkeinginan mendapat dorongan oleh pemerintah daerah. Misalnya dimasukan program sebagai pagelaran seni yang dipentaskan setiap sebulan sekali.

Baca Juga: Bentuk Redkar Maksimalkan Peran Pemadam Kebakaran

Ditanya apa bedanya wayang banjar dengan jawa? Katanya Wayang Banjar katanya tidak jauh dari wayang Jawa. Bedanya hanya segi bahasa, dan hal itu wajar karena menyesuaikan bahasa daerah sendiri. Mengapa tidak jauh berbeda, karena berpedoman pada kitab mahabrata dan Ramayana.

Sementara itu, Sekdako Banjarmasin, Ikhsan Budiman, juga mengakui wayang sudah jarang dipentaskan.

Menurutnya, untuk melestariakan budaya itu hal yang diperhatikan adalah pemahaman. Bagaiman bisa melestarikan apabila belum paham dan mengerti.

Wayang memang tak banyak peminatnya, hal itu karena soal durasi dan kepakeman wayang itu sendiri. Belum lagi soal biaya yang harus disiapkan.

Menurutnya, wayang kreasi adalah alternatif agar pertunjukan bisa dinikmati oleh semua kalangan.

Apa bentuk dukungan pemerintah dalam menunjang pelestarian wayang, wayang banjar khususnya.

Ikhsan menyatakan, sebagai pemerintah hanya bisa memfasilitasi untuk mendukung pegelaran kesenian apa saja termasuk wayang. Pemerintah siap membantu pelaksanaan pegelaran wayang yang biasanya dilaksanakan oleh pelaku seni tersebut.

Baca Juga: Ibnu Sina Lepas 134 Peserta KKBWK Karang Taruna

Misalnya dimasukan dalam program di Dinas Pariwisata Budaya dan Olahraga. Kemudian tak hanya pegelaran, pengenalan ke sekolah tentang wayang juga bagus dijalankan.

Bisa melalui workshop atau seminar dan bisa juga dimasukan dalam mata pelajaran muatan lokal.

“Kami pemerintah siap memfasilitasi, karena wayang ini harus dilestarikan dan harua ada inovasi lain agar wayang bisa dikenalkan kepada generasi milenial,” ujarnya di ruangan kerjanya, Jumat (4/11).

Ikhsan juga menyatakan, sebenarnya banyak kesenian budaya daerah lagi selain wayang yang harus dilestarikan. Yakni kesenian ‘Mamanda’ kesenian teater yang menurutnya simpel dan bisa dikembangkan menyesuaikan zaman.

“Kesenian Mamanda atau teater asli banjar juga perlu dilestarikan,” tutupnya.

Berbagai penelusuran, diambil dari sampel usia dibawah 32 tahun ternyata tidak pernah menyaksikan pertunjukan wayang secara langsung.

Baca Juga: Asah Potensi Mahasiswa, Mahasiswa FH Uniska Gelar Lomba Debat Hukum

Arum warga Kota Banjarmasin ini salah satunya, ia mengaku tidak pernah melihat pertunjukan wayang. Wayang diketahuinya hanya sepintas dari tayangan televisi, itu juga tidak mengerti cerita apa yang ditunjukan.

Kemudian Hendri dan Iksan pemuda berusia 27 tahun ini juga mengaku sama sekali tidak pernah menyaksikan kesenian khas tersebut dan bahkan tidak pernah dikenalkan saat di sekolah.

Namun rata-rata usia 35 ke atas sudah pernah menyaksikan pertunjukan wayang secara langsung.

Penulis : Hamdani

Related posts

PBFI Kalsel Usulkan Nomor Pertandingan PON Pada Porprov 2025 Tala

Jalan Komplek Dijadikan Jalan Raya, Warga Citra Land Resah dan Menuntut Sekolah Citra Mitra Kasih

Wamen Perdagangan Tetapkan Pasar Pandu Pasar yang SNI